TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia belum banyak mengomentari laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK yang diumumkan hari ini, Rabu, 19 Desember 2018. Dalam laporan itu, BPK menyebut bahwa Freeport bakal dijatuhi denda Rp 460 miliar lantaran menggunakan hutan lindung di Provinsi Papua tanpa adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau IPPKH dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca: Divestasi Freeport, Jokowi: Orang Lain Jangan Masuk dengan Gelap
"Kami masih mempelajarinya laporan BPK tersebut," kata juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama saat dihubungi. Riza menyebut bahwa Freeport telah menerima laporan lengkap dari BPK ini. Adapun luas hutan yang telah digarap Freeport Indonesia secara ilegal, menurut BPK, mencapai 4.535,93 hektare atau mencapai 56 kali luas Lapangan Monas di Jakarta yang hanya 80 hektare.
"Ini merupakan hasil pemeriksaan penerapan kontrak karya PT Freeport Indonesia oleh BPK," kata Anggota IV BPK, Rizal Djalil, dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Rabu, 19 Desember 2018. Dalam konferensi pers ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan ikut hadir mendengarkan penjelasan Rizal.
Untuk diketahui, proses divestasi saham PT Freeport Indonesia kepada pemerintah Indonesia melalui PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum terganjal gara-gara tidak adanya IPPKH ini. itu sebabnya, BPK mengeluarkan sejumlah rekomendasi agar tidak ada lagi pengrusakan lingkungan dan kegiatan pertambangan yang menyalahi aturan di Freeport Indonesia pada masa mendatang.
Walau begitu, Rizal menyebut IIPKH yang semula tak dimiliki Freeport, kini telah berproses dan memasuki tahap finalisasi di KLHK. Denda berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP IPPKH ini selanjutkan akan ditagih dalam waktu 1 hingga 24 bulan sesuai ketentuan Kementeran Keuangan.
Selain menggunakan hutan lindung tanpa izin, BPK juga menyebut Freeport Indonesia telah membuang pasir sisa limbah atau tailing dan menyebabkan kerusakan ekosistem di lokasi tambang mereka di Grasberg, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Namun, BPK menilai Freeport telah melakukan upaya perbaikan dengan membuat roadmap rencana aksi penyelesaian permasalahan bersama KLHK.
Selain denda sebesar Rp 460 miliar, BPK menyebut sebenarnya masih ada permasalahan kekurangan PNBP dan kelebihan pencairan jaminan reklamasi. Totalnya lebih besar yaitu mencapai US$ 1,6 juta atau sekitar Rp 23 miliar. "Tapi ini sudah diselesaikan dengan peraturan yang berlaku," kata Rizal.
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyebut proses finalisas IPPKH sudah melalui proses panjang sejak Oktober 2017 setelah adanya temuan dan rekomendasi BPK. Kementeriannya juga telah melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Provinsi Papua terakhir dua hari lalu, Senin, 17 Desember 2018. "Tadi jam 1 pagi saya juga masih interaksi dengan Pak Gubernur Papua, jadi hari ini bisa kami selesaikan," ujarnya.