TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional untuk menentukan program prioritas dalam lima tahun ke depan. Salah satunya adalah menyelesaikan persoalan defisit transaksi berjalan yang sudah puluhan tahun diderita Indonesia.
Baca: Bappenas Dorong Pemanfaatan Investasi Dana Zakat untuk SDGs
"Harapan kami suatu saat bisa current account surplus (surplus transaksi berjalan)," ujar Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di kantornya, Selasa, 18 Desember 2018.
Ia menyebut rencana itu harus dibuat secara permanen dan berkesinambungan lantaran persoalan itu tak bisa diselesaikan hanya oleh satu pemerintahan. Salah satu yang menjadi prioritas dalam lima tahun ke depan adalah untuk mengalihkan ekspor Indonesia, dari sebelumnya berbasis sumber daya alam menjadi ekspor olahan yang bisa membantu mengurangi defisit transaksi berjalan.
Sebelumnya, Bank Indonesia mengumumkan kenaikan angka defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 menjadi US$ 8,8 miliar atau 3,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut lebih tinggi ketimbang triwulan sebelumnya yang sebesar US$ 8 miliar atau 3,02 persen PDB.
RPJMN Teknokratis, ujar Bambang, direncanakan rampung pada awal Januari 2019. Sementara untuk RPJMN Final masih menunggu pemerintahan yang baru.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yakin angka defisit transaksi berjalan pada 2019 bakal berkurang signifikan. Alasannya, pada tahun depan pariwisata Indonesia ditargetkan menghasilkan US$ 7 miliar. Selain itu dari penggunaan biodiesel B20 diperkirakan akan ada penghematan US$ 6-7 miliar, serta penghematan sekitar US$ 2 miliar dari penerapan tingkat kandungan dalam negeri.
"Dengan penghematan lain-lain saya kira bisa dekat US$18 miliar, jadi kalau tahun ini kita CAD di bawah 3 persen PDB, saya kira tahun depan akan lebih bagus," tutur Luhut.