TEMPO.CO, Jakarta -Sejumlah ekonom mengkhawatirkan memburuknya kinerja perdagangan dua bulan terakhir, yang berpotensi berlanjut pada Desember ini. Tingginya defisit perdagangan bakal membuat defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) triwulan IV sama tingginya—atau lebih—dibandingkan dua triwulan sebelumnya yang telah melampaui batas aman 3 persen terhadap produk domestik bruto.
BACA: Pemerintah Putar Otak Perbaiki Defisit Neraca Dagang
Tingginya CAD dianggap sebagai modal buruk dalam menghadapi ketidakpastian perekonomian global yang diprediksi berlanjut tahun depan. “Kalau begini sudah lampu merah,” kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah.
Neraca perdagangan kembali mencatat hasil defisit pada November senilai US$ 2,05 miliar, rekor terburuk sepanjang tahun ini. Tekornya kinerja ekspor terhadap impor ini membuat neraca perdagangan akhir tahun semakin tertekan setelah pada Oktober lalu mencatatkan defisit US$ 1,77 miliar. (Koran Tempo edisi 18 Desember 2018, Neraca Perdagangan Jeblok ke Titik Terendah)
BACA: Solusi Atasi Defisit Neraca Perdagangan Menurut Jusuf Kalla
Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia atau BSBI, Muhammad Edhie Purnawan, mendesak pemerintah mengawal ketat implemenasi kebijakan tingkat komponen dalam negeri atau TKDN untuk mengerem laju impor. “Defisit neraca perdagangan sudah dalam tingkat waspada,” kata dia.
Selasa sore, 18 Desember 2018, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumpulkan sejumlah anggota kabinet ekonomi, Gubernur Bank Indonesia, dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan untuk memfinalkan perundingan dengan sejumlah negara mitra perdagangan, seperti Australia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. “Agar posisi ekspor kita lebih baik,” kata Kalla.
Baca berita tentang Defisit lainnya di Tempo.co.