Selain itu, Pandu berharap kebijakan terkait kewajiban pemenuhan pasokan batuabra DMO juga perlu diperjelas. "Jadi dari posisi hari ini, kemungkinan besar (produksi) akan flat di 480 sampai 500 juta ton untuk 2019 mendatang," kata Pandu.
Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Wafid Agung, mengatakan untuk saat ini hingga 2023 atau bahkan 2050, batubara masih akan menjadi tulang punggung energi di Indonesia. Meski di satu sisi pemerintah juga turut mengembangkan energi baru terbarukan (EBT), namun batubara masih akan mendominasi bauran energi nasional.
Ketergantungan Indonesia pada batubara ini menurut Boy Thohir sangat wajar. Pasalnya pasokan energi untuk listrik murah dan dapat diandalkan sejauh ini terbukti baru bisa didapat dari batubara.
"Listrik yang terjangkau dan andal akan menggerakkan ekonomi negara,” kata Boy. Lebih lanjut Boy mengatakan subsektor pertambangan minerba pada 2017 mencatatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 40,6 triliun.
Selain di Indonesia, Boy mengatakan ketergantungan ini juga masih tercermin di negara besar lain. Data dari US Energy Information Administration, menyebut batubara masih menjadi sumber pembangkit listrik terbesar kedua setelah gas di Amerika, yaitu sebesar 30 persen, dan di Jepang sebesar 30,4 persen.
Sementara di Cina, di tengah usahanya untuk meningkatkan porsi energi terbarukan, hingga saat ini batu bara juga masih mendominasi bauran energinya, yaitu sebesar 58 persen.
HENDARTYO HANGGI