TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Cina berencana merelokasi industri baja miliknya ke Indonesia. Rencana tersebut dipicu oleh masih hangatnya perang dagang antara negeri tirai bambu itu dengan Amerika Serikat.
Baca: Asosiasi: Impor Baja Meroket, Produsen Lokal Tersungkur
"Mereka mengatakan mau merelokasi industri baja ke Indonesia, boleh enggak? Ya saya bilang boleh," ujar Luhut di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Selasa, 18 Desember 2018.
Hanya saja, Luhut berujar Cina hanya boleh masuk untuk memproduksi 7,5 juta ton per tahun saja. Pasalnya, saat ini, kata dia, produksi batubara Indonesia sudah mencapai 7,5 juta ton per tahun dan kebutuhan dalam negeri adalah 15 juta ton per tahun. "Jadi kalau bisa sampai 10 juta ton dalam lima tahun ke depan masih ok. Sehingga kita tidak perlu impor lagi," kata Luhut.
Dengan rencana masuknya industri baja Cina ke Indonesia, Luhut mengatakan Indonesia bisa terus memperbaiki neraca perdagangan serta defisit transaksi berjalan. Sebab, Indonesia nantinya bisa menghemat impor minyak dengan diterapkannya mandatori biodiesel dan menghemat impor baja lantaran sudah diproduksi di dalam negeri.
"Dalam tiga tahun ke depan defisit transaksi berjalan kita tidak akan seperti tahun ini yang mencapai US$ 8 miliar dolar, akan jauh berkurang," ujar Luhut.
Sebelumnya, Ketua The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim mengingatkan pemerintah bahwa saat ini industri besi dan baja nasional tengah menderita akibat derasnya barang impor masuk ke Indonesia. Tak hanya itu, membesarnya impor juga diikuti permainan curang importir sehingga harga barang bisa dijual lebih murah daripada produk lokal.
"Industri hancur, utilisasi turun, pabrik yang sudah tidak berproduksi, banyak," kata Silmy usai penandatanganan kesepakatan dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Kantor SKK Migas, Jakarta Selatan, Jumat, 9 November 2018. Silmy ingin masalah ini diselesaikan segera sebelum industri bangkrut yang bisa berujung pada pemecatan pegawai.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik, pada Rabu, 15 Agustus 2018, impor produk besi dan baja masih berada dalam tren peningkatan dalam tahun ini. Hingga Juli 2018, nilai impor besi dan baja tercatat US$ 996,2 juta atau naik 56,55 persen secara tahunan. Secara kumulatif, sepanjang periode Januari-Juli 2018 nilai impor produk tersebut US$ 5,67 miliar, naik 36,30 persen year-on-year (yoy).
Nilai impor besi dan baja menempati posisi ketiga terbesar untuk periode Januari--Juli 2018, di bawah produk mesin dan pesawat mekanik dan produk mesin dan peralatan listrik. Di sisi lain, impor tak terhindarkan karena produksi dalam negeri yang belum memenuhi konsumsi.
Berdasarkan data Kemenperin, kebutuhan baja nasional diperkirakan mencapai 14 juta ton per tahun. Dari jumlah ini 9 juta ton telah diproduksi di dalam negeri. Terdapat 5 juta ton produksi yang dipenuhi melalui impor. Rata-rata produk yang diimpor merupakan jenis baja yang tidak diproduksi di dalam negeri.
CAESAR AKBAR | FAJAR PEBRIANTO