TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons laporan Badan Pusat Statistik yang menyebutkan nilai ekspor per November 2018 turun 6,69 persen menjadi US$ 14,83 miliar. Ia menyatakan data tersebut menunjukkan kinerja ekspor masih terdampak tekanan eksternal, yang salah satunya karena pengurangan permintaan dari negara tujuan utama seperti Cina.
Baca: Dikritik soal Utang, Sri Mulyani: Aset Negara Jauh Lebih Banyak
"Ini harus dilihat secara hati-hati karena pertumbuhan ekonomi Cina lagi ada penyesuaian dari sisi internal atau karena ada perang dagang dengan AS," katanya di Jakarta, Senin, 17 Desember 2018.
Sebelumnya Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan akibat penurunan ekspor itu terjadi untuk sektor migas dan nomigas. Ekspor migas turun 10,75 persen dari bulan sebelumnya menjadi US$ 1,37 miliar dan ekspor nonmigas turun 6,25 persen.
Sementara dari sisi impor sepanjang November 2018 mencapai US$ 16,88 miliar atau turun 4,47 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Impor migas turun 2,8 persen dan impor nonmigas juga turun sebesar 4,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jika dibandingkan bulan yang sama tahun lalu sebesar US$ 15,11 miliar, impor per November 2018 naik sebesar 11,68 persen.
Sepanjang bulan lalu, neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit US$ 2,05 miliar seiring besarnya defisit di neraca migas. Nilai defisit ini disebabkan posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar US$ 14,83 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai neraca impor sebesar sebesar US$ 16,88 miliar.
Lebih jauh, Sri Mulyani menambahkan pelemahan kinerja ekspor juga terjadi akibat lesunya perdagangan dengan pasar nontradisional, seperti di Amerika Latin dan Afrika, yang ikut terdampak kondisi global. "Pasar-pasar baru, barangkali dalam kondisi ekonomi sekarang, tendensinya menjadi lemah. Jadi, kemampuan untuk menyerap ekspor jadi terbatas," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, terdapat juga komoditas ekspor yang sensitif terhadap isu-isu nonekonomi, seperti CPO, sehingga ikut mengurangi permintaan di negara-negara Eropa. Melihat kondisi global yang diliputi ketidakpastian ini, pemerintah terus memperkuat daya saing ekspor dengan memberikan insentif kepada eksportir agar gairah sektor perdagangan tidak melemah.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menyebutkan ekspor dapat dipacu dari sisi daya kompetisi. "Melalui berbagai kebijakan untuk mendukung, seperti insentif. Namun, kita perlu memahami, dinamika pasar global sedang sangat tinggi atau tidak menentu," ujarnya.
Dari sisi impor, pemerintah akan melakukan kajian lebih mendalam atas kebijakan pengurangan impor yang sudah diterbitkan sebelumnya, seperti peningkatan tarif PPh impor, yang sebetulnya dari segi volume mengalami penurunan. "Untuk sektor lain, migas dan nonmigas harus tetap perhatikan kemampuan industri dalam negeri untuk menghasilkan substitusi, jadi kita tetap fokus dalam porsi itu," kata Sri Mulyani.
Baca: Sri Mulyani: 10 Proyek Infrastruktur Dibangun Tanpa Utang di 2019
Sri Mulyani memastikan upaya pengelolaan sektor perdagangan ini harus diupayakan untuk menahan pelebaran defisit neraca transaksi berjalan yang saat ini telah mendekati tiga persen terhadap PDB.
ANTARA