TEMPO.CO, Yogyakarta -Bank Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta menggandeng kelompok asosiasi startup Yogyakarta untuk berfokus membenahi manajemen pelaku usaha mikro kecil menengah atau UMKM. Kerjasama itu diwujudkan dalam bentuk program bernama One Startup One Sister UMKM dimana satu startup mendampingi satu atau lebih UMKM untuk membenahi manajemen produksi, keuangan, hingga pemasaran. Program itu dimulai November 2018.
BACA: Kisah Pengrajin Kopi Lebak Meraup Untung Berkat Online
“Fokus program ini memang membenahi manajemen UMKM di dalam dulu, belum menyentuh tahapan e-commerce,” ujar Manajer Pelaksana Pengembangan UMKM Bank Indonesia Perwakilan Yogyakarta Andi Adityaning Palupi dalam forum bertajuk Peran Pengusaha dalam Mengembangkan UMKM di Yogyakarta Rabu 12 Desember 2018.
Andi menuturkan, persoalan di dalam UMKM perlu ditata lebih baik sehingga menguatkan posisi mereka untuk bersaing.
Andi menuturkan, dari monitoring Bank Indonesia wilayah DI Yogyakarta ada sejumlah persoalan mendasar dari UMKM di DIY juga mungkin Indonesia umumnya yang tak sekedar soal permodalan dan pemasaran atau cara kerja yang masih sangat konvensional. “Faktanya sebagian besar UMKM di Yogya belum memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan produktivitasnya,” ujarnya.
Pemanfaatan teknologi digital ini, ujar Andi, sangat penting ketika Bank Indonesia membandingkan UMKM yang sudah mau melek teknologi dan belum. Misalnya UMKM yang sudah pindah dari transaksi konvensional ke transaksi digital, keuntunganya bisa meningkat hingga 80 persen.
Andi menuturkan, faktor usia pelaku UMKM yang didominasi usia 31-60 tahun menjadi pengaruh karena usia ini merupakan usia yang baru melek teknologi. Sehingga sebagian belum menjangkau untuk memanfaatkan teknologi untuk pengembangan bisnis secara maksimal. “Jadi untuk UMKM di dapurnya serba dilakukan sendiri, mulai produksi, pencatatan keuangan, apalagi untuk menjamah internet untuk pemasaran,” ujarnya.
Oleh sebab itu, mengadopsi langkah e-commerce lima besar yang menguasai lini perdagangan tanah air, BI Yogya meggandeng asosiasi startup untuk ikut mempersiapkan pelaku UMKM. “Asosiasi startup ini kami gandeng karena mereka punya berbagai aplikasi yang mempermudah kerja atau manajemen produksi UMKM itu,” ujarnya.
BACA: Kabar 9 UMKM Indonesia Berburu Peluang Pasar di Kamboja
Misalnya saja selama UMKM selama ini transaksi keuangan dilakukan manual, maka melalui bantuan aplikasi startup yang menjadi mitranya UMKM itu bisa melakukan pencatatan keuangan sesuai standar akuntansi yang berlaku.“Pencatatan keuangan sesuai standar ini penting ketika suatu saat UMKM minta permodalan ke bank, dia tinggal menunjukkan pencatatan secara digital yang dilakukan lewat aplikasi itu,” ujarnya.
Tahun ini ada 161 UMKM asal DIY yang lolos kurasi dari Bank Indonesia yang disodorkan kepada 15 startup dari asosiasi untuk mendapat pendampingan dan pembenahan manajemen.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo DPP DIY Buntoro dalam forum itu menuturkan persaingan pelaku UMKM semakin berat. Hal ini dipicu dengan makin maraknya penetrasi berbagai produk dari mancanegara ke pasar Indonesia, dan membuatnya langsung berhadapan head to head dengan produk lokal tanpa batasan lagi. “Penting untuk membenahi strategi pendampingan pelaku UMKM agar makin bisa bersaing di pasar global ini,” ujar Buntoro.
Buntoro menilai peningkatan produktivitas UMKM butuh semacam role model atau contoh kongkrit. “Sejak jaman Orde Baru pun sudah ada program-program untuk UMKM itu, tapi sampai sekarang penyelesaian UMKM hanya berulang lewat pendekatan permodalan. Tidak melalui perbaikan manajemen, teknologi, dan unsur penguat produksi,” ujarnya.