TEMPO.CO, Jakarta - PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), salah satu perusahaan financial technology (fintech) atau teknologi financial berhasil mencatatkan penyaluran dana hingga Rp 635 miliar di tahun 2018 ini. Jumlah yang berhasil diraih oleh perusahaan peer-to-peer (P2P) micro lending ini, melonjak 200 persen dibandingkan capaian tahun lalu yang hanya Rp 200 miliar.
Simak: Fintech Dinilai Bakal Terus Jadi Tren Tahun Depan
"Sejak pertama berdiri, Amartha terus berkomitmen untuk menghubungkan para pengusaha mikro unbanked dengan para investor yang ingin berpartisipasi di sektor pendanaan yang lebih menguntungkan dan bernilai sosial," ujar Founder sekaligus CEO Amarta Mikro Fintek, Andi Taufan Garuda Putra dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 11 Desember 2018.
Tak hanya mencatatkan pertumbuhan penyaluran dana, jumlah mitra perempuan pelaku usaha mikro di pedesaan yang menjadi mitra Amartha juga meningkat lebih dari dua kali lipat. Di tahun 2017, baru ada 70 ribu perempuan di pedesaan yang menjadi mitra Amartha. Jumlahnya meningkat menjadi 152 ribu di tahun 2018. Seluruh mitra dari Amartha
Untuk diketahui, perusahaan teknologi finansial yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini memiliki beberapa keunikan. Pertama, seluruh mitra Amartha merupakan perempuan. Kedua, perusahaan ini
memfokuskan diri sebagai penghubung akses permodalan dari investor ke pengusaha perempuan di pedesaan. Melalui penyaluran itulah, Amartha terus mendorong peningkatan inklusi keuangan masyarakat, khususnya di kawasan pedesaan.
Andi mengatakan, pengusaha perempuan memang menjadi fokus utama penyaluran dana dari Amartha. Andi mengutip data dari International Finance Corporation (IFC) di tahun 2016, bahwa 51 persen usaha kecil dan 34 usaha menengah di Indonesia dimiliki dan dijalankan oleh perempuan. "Sebagai start up fintech yang inovatif, kami mengatasi kesenjangan inklusi keuangan dan meningkatkan partisipasi perempuan di ekonomi," ujarnya.
Founding Member dari Indonesia Micro Finance Association (IMFEA) Dewi Meissari Haryanti mengatakan selama ini, akses modal untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mengembangkan usaha mereka memang tergolong sulit karena pola transaksi mereka yang kecil sehingga sulitnya terjadi akumulasi aset. Di sisi lain, kewajiban perbankan konvensional untuk menyalurkan 20 persen kredit untuk UMKM pun belum berjalan efektif.
Kondisi ini pun akhirnya memberi ruang inovasi bagi perusahaan teknologi finansial seperti Amartha untuk menghadirkan inklusi keuangan. Menurut Dewi, kemudahan prosedur yang dihadirkan perusahaan fintech sangat membantu para UMKM.
Ini terbukti dari data OJK yang mencatat adanya peningkatkan akun peminjam di perusahaan sejenis ini hingga 600 persen dari Januari sampai September 2018. "Saat ini fintech P2P lending sudah ada yang terdaftar dan diawasi OJK, jadi investor tak perlu ragu lagi," ujarnya.