TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi penjelasan soal upaya pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi melibatkan swasta untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Penjelasan itu disampaikan Sri terkait keinginan dari pasangan calon presiden dan wakil Prabowo-Sandiaga Uno yang bakal melibatan swasta dalam pembiayaan pembangunan.
Baca juga: Sri Mulyani Minta Kampus Vokal Hadapi Isu Perubahan Iklim
"Kami sudah juga melakukan beberapa hal," kata Sri Mulyani usai menghadiri acara sosialisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin, 10 Desember 2018.
Saat ini, kata dia, pemerintah melibatkan swasta lewat skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), hingga melalui skema ekuitas di pasar modal.
Sandiaga Uno pekan lalu mengatakan akan membangun infrastruktur tanpa membebani anggaran dengan utang. Menurut dia pembangunan infrastruktur dapat dilakukan dengan pendekatan lain selain utang, yakni dengan melibatkan sektor swasta.
Sri Mulyani mencontohkan skema equity financing alias pembiayaan ekuitas, di mana sebuah infrastruktur yang sudah berjalan bisa disekuritisasi dengan menawarkannya di pasar modal. Ketika ada pihak swasta yang tertarik, mereka bisa menempatkan modal di dalamnya sehingga pemerintah bisa mendapatkan dana segar baru untuk pembangunan infrastruktur lainnya.
"Kalau sekuritisasi itu tidak utang, bukan debt financing, dan ini juga bukanlah hal yang sama sekali baru, tapi sudah dilakukan," ujar Sri Mulyani.
Ketika swasta masuk melalui skema pembiayaan ekuitas, konsekuensinya adalah mereka juga ingin didengar keinginannya. Ada dua kondisi yang biasanya terjadi kata Sri Mulyani.
Pertama pada sebuah proyek yang dianggap tidak menguntungkan, maka swasta biasanya meminta jaminan pemerintah. Untuk hal ini, pemerintah sebenarnya telah memiliki lembaga khusus pemberi jaminan yaitu PT Penjamin Infrastruktur Indonesia yang berada langsung di bawah Kementerian Keuangan.
Kedua, proyek dianggap menarik oleh swasta tapi secara arus pendapatan tidak akan cukup untuk membayar kembali ekuitas yang sudah digelontorkan. Maka, pemerintah memiliki sistem availability of payment, semacam skema pembayaran oleh pemerintah ke swasta atas ketersediaan layanan pada proyek yang dengan dana investasi yang besar. Lalu ada juga viability gap fund atau dana dukungan tunai infrastruktur.
Cara-cara tersebut, kata Sri Mulyani, sudah dilakukan oleh pemerintah Jokowi saat ini dalam beberapa tahun terakhir. "Jadi swasta juga merasa, oh ternyata banyak pilihan."
Swasta, kata Sri Mulyani, baru benar-benar masuk lewat pembiayaan utang atau debt financing jika sebuah proyek dinilai memiliki resiko yang sangat sensitif sehingga mereka takut untuk masuk lewat pembiayaan ekuitas.
Walau begitu, Sri Mulyani tetap menghargai rencana perluasan keterlibatan swasta oleh pasangan Prabowo - Sandiaga. "Poin saya itu ide yang baik, kami hargai dan itu menimbulkan banyak sekali kemungkinan financing yang memang menjadi kebutuhan kita," ujar Sri Mulyani.