Jakarta - Perusahaan teknologi keuangan alias fintech bidang agrobisnis Tanijoy terpilih menjadi juara kategori best social impact dalam Startup Pilihan Tempo 2018. Penganugerahan tahunan itu digelar Koran Tempo berkolaborasi dengan Digitaraya sebagai bagian dari upaya mengembangkan ekosistem digital.
Baca juga: Startup Pilihan Tempo 2018: Wakuliner, Incar Peluang Bisnis Makan
Baca Juga:
Tanijoy didirikan oleh tiga sekawan Muhammad Nanda Putra, Kukuh Budi Santoso, dan Febrian Imanda Effendy pada April 2018. Menurut Nanda, perusahaan rintisannya itu berniat menjadi jembatan bagi petani yang membutuhkan modal dengan para investor.
Nanda dan Kukuh berlatar belakang sarjana pertanian Universitas Brawijaya, Malang, yang memahami ilmu agroteknologi. Sementara Febrian berpendidikan teknologi informasi.
Ide tiga orang pemuda ini terilhami kondisi petani di perdesaan yang kerap mengalami kerumitan dalam mengurus pinjaman lewat perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Selain itu, para petani pun hanya sedikit yang memahami pengelolaan keuangan maupun rencana pengembangan bisnis, sehingga tak mampu menarik pemodal. Padahal bagi petani di perdesaan akses terhadap sumber modal adalah keniscayaan.
Selain mempertemukan petani dan pemodal, Nanda mengatakan program yang mereka rancang berniat memberikan nilai tambah pada kegiatan pertanian. "Kami tidak memberi petani uang, tapi barang. Usahanya tetap kami kontrol," kata dia, seperti dikutip dari Koran Tempo edisi Senin, 3 Desember 2018.
Pengontrolan dilakukan field manager Tanijoy, yang berada langsung di lokasi pertanian. Selain mengawasi petani, field manager bertugas membina petani untuk menghasilkan produk berkualitas. Setiap kemajuan, kebutuhan, dan masalah dilaporkan langsung lewat aplikasi Tanijoy.
Nanda mengatakan para field manager Tanijoy adalah ahli pertanian. Menurut dia, mereka tak melulu berstatus karyawan Tanijoy. “Bisa diisi tokoh lokal setempat yang telah dipercaya dan memiliki keahlian di bidang pertanian,” kata pemuda 27 tahun ini.
Lewat field manager, perseroan mengawasi kegiatan bertani, dari pembibitan hingga akses pemasaran. Dari pengalamannya bertani sejak 2011, Nanda mengetahui banyak petani yang tak menerapkan pengawasan dari hulu ke hilir itu. Jika sistem ini diterapkan, dia optimistis produksi dan penghasilan petani bertambah hingga dua kali lipat.
Pada awal kemunculannya, Nanda menyebutkan masih banyak petani yang skeptis terhadap skema yang ditawarkan Tanijoy. Namun semua berubah setelah sistem berjalan dan berhasil membuat produksi lebih baik. “Di Bogor, hampir setiap hari ada yang datang untuk bergabung," ujarnya.
Saat ini, Tanijoy sudah menggandeng 1.900 mitra petani dan menggarap 600 proyek pertanian. Nanda dan timnya juga sukses mengajak 200 investor bergabung—paling banyak adalah lembaga non-perorangan. "Yang paling besar investasi hingga Rp 450 juta," ucap Nanda.
Namun Tanijoy tak serta-merta menerima setiap tawaran yang diajukan petani. Setelah diverifikasi dan dibuat prospektusnya, tim Tanijoy baru menawarkan proyek itu kepada investor. Tak jarang, Tanijoy melakukan percobaan lebih dulu. Proyek yang digarap Tanijoy dan mitranya antara lain menanam sayur-sayuran bernilai tinggi dan cepat dipanen, seperti kentang, bawang, dan cabai.
Jika panen sukses, Tanijoy menawarkan pembagian hasil 40 persen untuk petani, 40 persen untuk investor, dan 20 persen untuk manajemen Tanijoy. "Yang kita bangun di Tanijoy adalah menyelesaikan akses permodalan yang sulit, akses pasar yang sulit, dan akses teknik budi daya yang baik," tutur Nanda.
Ke depan, Nanda mengatakan akan makin meningkatkan penggunaan transaksi nontunai atau cashless lewat pembuatan e-wallet. "Jadi semua petani yang mau ambil upah, bagi hasil, mau beli pupuk atau pestisida, semua lewat transaksi cashless. Dengan cara itu, kami bisa mengontrol pemakaian dana benar-benar untuk produksi,” ujarnya.
Baca berita Startup lainnya di Tempo.co
EGI ADYATAMA | KORAN TEMPO