“Kalau manufaktur lebih cepat tumbuh maka pertumbuhan ekonomi juga lebih cepat. Kami ingin kembalikan lagi manufaktur lewat reindustrialisasi supaya kontribusinya di atas 20 persen,” ujar Bambang.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menuturkan industri manufaktur harus kembali sebagai sektor mainstream dalam pembangunan nasional. Untuk mendongkrak daya saing industri manufaktur nasional, kata dia, pemerintah mendorong ketersediaan bahan baku baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sehingga, kata dia, jalannya proses produksi tidak akan terganggu. Kemudian, ia menuturkan perlu biaya energi yang lebih kompetitif, seperti listrik dan gas industri.
“Pemerintah juga menciptakan iklim investasi kondusif melalui pemberian fasilitas insentif fiskal, berupa tax holiday dan tax allowance,” kata dia.
Airlangga juga menekankan pentingnya sumber daya manusia (SDM) industri yang produktif. Ia mengklaim Kemenperin sudah menjalankan program pendidikan dan pelatihan vokasi antara sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan industri serta di tingkat Politeknik.
Selain itu, Kemenperin juga tengah menjalin kerja sama dengan Swiss dan Jerman untuk memperbaiki kurikulum. Stretegi lainnya, pemerintah perlu membangun infrastruktur antar kawasan industri yang terintegrasi sehingga dapat mengurangi biaya transportasi logistik.
“Bahkan, kami pun terus mendorong pendalaman struktur industri melalui peningkatan investasi, terutama untuk sektor yang berorientasi ekspor atau substitusi impor,” tutur Airlangga.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menuturkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai target di atas 5 persen, asalkan defisit transaksi berjalan harus tetap rendah di bawah 2 persen terhadap PDB. Jika tidak, kata dia, ekonomi Indonesia masih rentan terhadap fluktuasi perekonomian global, misalnya tekanan dari pergerakan nilai tukar dolar Amerika Serikat. Mirza sepakat sektor manufaktur bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.