TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2014 pada kisaran 5,4 hingga 6,0 persen, dengan nilai tengah 5,7 persen. Angka tersebut disampaikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) berdasarkan kajian bersama Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Japan International Cooperation Agency (JICA), dan Asia Development Bank (ADB).
Simak: Sri Mulyani Sebut Ekonomi RI Menarik untuk Investasi
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menuturkan target tersebut lebih rendah dari RPJMN 2015-2019, sebesar 5,8 hingga 8,0 persen. “Sekarang ini, kami mencoba membuat yang lebih rasional dengan memperhitungkan kondisi terkini. Apalagi kondisi global juga bisa berubah,” ujar Bambang, Rabu 5 Desember 2018.
Untuk mencapai target tersebut, Bambang menuturkan sektor manufaktur diharapkan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hingga kuartal ketiga 2018, pertumbuhan ekonomi baru mencapai 5,17 persen. Bappenas mematok pertumbuhan manufaktur sebesar 5,40 hingga 7,05 persen pada 2020-2024. Apalagi, manufaktur masih jadi penyumbang kontribusi terbesar dalam produk domestik bruto (PDB) sekitar 20 persen.
Kenyataannya, kata dia, tren pertumbuhan manufaktur justru merosot. Pada 1990-an, sektor ini dinilai mampu menyumbang di atas 27 persen PDB. Adapun strategi yang akan digenjot salah satunya adalah peningkatan produktivitas. Selama satu dekade terkahir, produktivitas tenaga kerja cenderung stagnan.
Kondisi tersebut berkebalikan dengan China yang produktivitasnya naik dua kali lipat pada periode yang sama. Selain itu, pemerintah juga mendorong peningkatan kualitas ekspor yang kompetitif. Pasalnya, rata-rata negara tetangga kontribusi manufaktur relatif besar terhadap total ekspor, yaitu 7,3 persen. Sementara itu, Indonesia masih kurang dari 50 persen. Kontribusi terbesar masih didominasi oleh ekspor komoditas.