TEMPO.CO, Jakarta - Penguatan nilai tukar rupiah disebut bank sentral sebagai imbas dari masifnya arus modal global ke pasar sekunder Surat Berharga Negara atau SBN. Bank Indonesia atau BI mencatat arus modal global ke pasar sekunder SBN selama November 2018 mencapai Rp 35 triliun. Artinya, naik dari Rp 15,1 triliun pada Oktober 2018.
Baca juga: Hari Ini Kurs Rupiah Jisdor Menguat Jadi Rp 14.252 per Dolar AS
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan derasnya arus masuk modal investasi asing tersebut terjadi di tengah merebaknya optimisme atas
kesepakatan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Cina Xi Jinping untuk melakukan "trade truce" dengan menunda pengenaan tambahan tarif oleh kedua negara untuk 90 hari ke depan.
"Dan mengintensifkan pembicaraan lanjutan untuk menghasilkan rumusan perjanjian dagang antara ke dua negara," kata Nanang melalui pesat Whatsapp yang diterima Tempo, Senin, 3 Desember 2018.
Menurut Nanang, besarnya arus modal portfolio asing tersebut juga tercermin dari supply pihak asing di pasar valas, yang menambah supply valas dari eksportir yang mencapai US$ 677 juta. Pasokan valas dari investor asing dan eksportir dapat menutup kebutuhan valas importir yang mencapai US$ 740 juta.
Nanang mengatakan selama November 2018 pasokan valas dari investor asing merupakan terbesar selama 2018 yaitu mencapai US$ 4,3 miliar. "Melebihi kebutuhan valas korporasi domestik selama November yang mencapai US$ 2,3 miliar," katanya.
Mengalirnya arus modal asing, kata dia, juga menunjukkan kepercayaan yang kuat investor global terhadap daya tahan ekonomi makro Indonesia di tengah pasar keuangan global yang selama Maret - September 2018 terus bergejolak, karena ditopang oleh kebijakan moneter yang pre'emptive dalam merespons tantangan global dan domestik termasuk tantangan defisit neraca transaksi berjalan, serta kebijakan fiskal yang ditempuh secara konsisten dan prudent.
Pada 3 Desember, rupiah ditutup di 14.235 atau menguat Rp 65 (0,45 persen) dibandingkan level penutupan Jumat lalu di 14.300 per dolar AS. Nanang mengatakan secara year to date, rupiah melemah -4,75 persen. Menguatnya rupiah disertai dengan turunnya yield obligasi negara 10 tahun ke 7,8 persen.