TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bicara panjang lebar soal pelanggaran konsesi di lahan-lahan kebun sawit yang memicu kebakaran hutan hingga Wilmar dan Greenpeace. Luhut khawatir bahwa kerusakan akibat pelanggaran yang terjadi saat ini bakal dirasakan dampaknya oleh generasi mendatang.
Baca: Luhut Singgung Meikarta: Investasi Trus Ketangkap, Kan Kampungan
"Kita seperti pemadam kebakaran dari dosa-dosa yang lalu," kata dia dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 30 November 2018.
1. Greenpeace dan Wilmar
Pertama-tama, Luhut terlebih dahulu menyayangkan aksi yang dilakukan oleh enam orang aktivis Greenpeace pada Minggu, 18 November 2018. Saat itu, keenam aktivis menaiki kapal kargo Stolt Tenacity di perairan Teluk Cadiz, di dekat Spanyol. "Kapal kita disandera di laut, itu gak bener. Negara ini punya aturan," kata Luhut
Seperti diketahui, kapal itu membawa minyak sawit dari kilang penyulingan Wilmar Indonesia di Dumai, Riau menuju Rotterdam, Belanda. Konsumen akhir mereka adalah Mondelez, perusahaan yang memproduki biskuit Oreo dan cokelat Cadburry.
Masalahnya, investigasi Greenpeace International menemukan bahwa pemasok minyak sawit Mondelez telah menghancurkan 70.000 hektare hutan di seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Mulai dari kebakaran hutan hingga penebangan ilegal alias illegal logging.
Di balik itu, Greenpeace ternyata hanya ingin meminta Wilmar membuka peta konsesi pemasok bahan baku ke perusahaan mereka. Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik, menyebut hal ini merupakan untuk transparansi publik demi membantu negara melakukan pengawasan. Wilmar menolak permintaan itu karena dinilai menyalahi aturan.
Itulah sebabnya, Luhut kemudian mengutarakan ide agar organisasi lingkungan hidup seperti Greenpeace diaudit. Sebagai organisasi yang beroperasi di Indonesia, kata dia, tentu pemerintah bisa saja menanyakan informasi apapun. "Masa kepentingan nasional kau kacaukan, kelapa sawit itu menyangkut kehidupan puluhan juta rakyat Indonesia," ujarnya.
Tempo mengkonfirmasi ini kepada Kiki. Menurut dia, keuangan Greenpeace telah diaudit oleh lembaga audit independen dan dilaporkan kepada publik setiap tahunnya. Sejak Greenpeace Indonesia berdiri pun, tidak pernah menerima dana sepeserpun dari pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta. Tulang punggung kampanye Greenpeace adalah donasi perorangan yang peduli kelestarian lingkungan.
2. Kebijakan Satu Peta
Luhut tidak menafikkan niatan pelestarian lingkungan dari Greenpeace. Sebab menurut dia, Indonesia akan segera memiliki one map policy alias kebijakan satu peta. Kebijakan ini dibuat untuk memperbaiki tata ruang sebagai induk semua perizinan. Kebijakan ini pernah akan diluncurkan sebelum 17 Agustus 2018 tapi kemudian mundur hingga tahun depan.
Bagi Luhut, kebijakan ini akan membuka semua hal yang selama ini ditutup-tutupi. "Nanti yang ribut-ribut itu kelihatan kok, ada propertinya empat, lima," kata Luhut. "One map policy ini akan membuka semua, yang sok sok miskin tiba-tiba tanahnya ada sekian, dimana-mana."
Tak sampai di situ, Luhut menyebut kebijakan ini juga akan menyibak dimana saja kepala sawit milik Wilmar dan berapa banyak jumlahnya. Termasuk, apakah kepala sawit itu ditanam di tempat terlarang seperti hutan lindung ataupun tindak. "Itu (peta) baru dikerjain pas saya Kepala Staf Kepresidenan, sekarang sudah finalisasi."
3. Sawit dan Kebakaran Hutan
Masih soal sawit, Luhut pun tak membantah kenyataan jika tanaman seperti sawit menyerap air dalam jumlah banyak. Kondisi ini rawan menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, apalagi jika ditanam di kawasan hutan gambut. "Saya dulu komandan kebakaran, jadi saya hafal itu," ujarnya.