TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) berkomitmen untuk menjaga kecukupan likuiditas industri perbankan, termasuk mendorong perluasan instrumen untuk memperoleh pendanaan (funding) di 2019. “Bank yang dulu fokus pendanaannya ke ritel, rekening giro, tabungan, dan deposito akan diarahkan untuk memperkuat wholesale funding,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, di Jakarta, Rabu 28 November 2018.
Simak: Bank Indonesia Klaim Rp 25 Triliun Dana Asing Kembali Masuk RI
Perry menuturkan wholesale funding yang dimaksud di antaranya dalah menghimpun pendanaan dari penerbitan obligasi dan surat berharga. “Kami akan memperluas pendanaan dan pembiayaan perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit, dan akan terus ditinjau dari waktu ke waktu,” katanya.
Sebelumnya, isu pengetatan likuiditas telah banyak disuarakan oleh kalangan perbankan, khususnya bank kecil dan menengah, atau kategori BUKU 1 dan II. Mereka mengungkapkan intensitas persaingan untuk memperebutkan dana pihak ketiga (DPK) meningkat pasca kenaikan suku bunga acuan yang juga turut mengerek bunga deposito perabankan. Namun hal tersebut dibantah oleh bank sentral.
“Ekses likuiditas di perbankan belum terdistribusi secara merata, kami pun akan memastikan likuiditas ke depan akan mencukupi, tidak lebih, tidak kurang,” ucapnya.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengungkapkan menjelang siklus akhir tahun, pada umumnya likuiditas di perbankan cenderung menurun. “Ini disebabkan oleh penarikan uang kartal untuk berbagai kebutuhan, yang disertai peningkatan suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) terutama di tenor satu minggu dan dua minggu,” ujarnya, kepada Tempo. Peningkatan volume transaksi di PUAB tercatat terjadi dalam beberapa bulan terakhir. “Meski demikian peningkatan yang terjadi saat ini masih dalam batas yang wajar,” katanya.
Nanang memastikan bank sentral akan terus memonitor dan mengambil langkah untuk memastikan kecukupan likuiditas rupiah di pasar uang. Adapun pekan lalu BI telah membuka dua kali lelang Term Repo dengan menginjeksi likuiditas masing-masing sebesar Rp 5 triliun dan Rp 2,9 triliun. Kemarin, BI juga kembali menginjeksi likuiditas sebesar Rp 1 triliun.
“Jadi pola likuiditas yang cenderung menurun ini akan direspon BI dengan membuka lelang Term Repo untuk memastikan kecukupan likuiditas terjaga.”
Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual mengatakan peningkatan transaksi PUAB di satu sisi merupakan hal yang positif. “Artinya semakin likuid, karena selama ini bank yang kelebihan dan kekurangan likuiditas banyak larinya langsung ke Bank Indonesia,” ucapnya.
David menambahkan hal ini juga dapat membantu arus distribusi likuiditas perbankan lebih lancar, khususnya untuk bank kecil dan menengah, akibat kondisi likuiditas yang masih tersegmentasi. “Yang likuiditasnya tertekan relatif adalah bank-bank kecil, yang bank besar seperti BUKU IV cenderung berlimpah,” katanya.
David menjelaskan selain PUAB, instrumen lain yang masih perlu ditingkatkan dan didorong oleh Bank Indonesia adalah Master Repurchase Agreement (MRA) antar perbankan. Transaksi repo antar bank ini menurut David lebih menarik dari sisi risiko, karena menggunakan jaminan (collateral). “Kalau selama ini bank-bank yang kelebihan likuiditas mungkin enggan transaksi di PUAB karena nggak ada collateralnya, dan ada limit-nya juga,” katanya.
Namun, jika dibandingkan dengan kondisi 2008 lalu ketika transaksi di PUAB cenderung kering, David mengatakan saat ini aktivitasnya sudah jauh lebih baik. “Ini bagus berarti antar bank saling percaya, sehingga mereka juga mau menyalurkan dan bertransaksi di PUAB.”