TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Arcandra Tahar mengatakan usaha di bidang petrokimia akan menjadi penopang masa depan industri ekstraktif, khususnya di tengah tren revolusi industri 4.0 yang banyak mendayagunakan energi berkelanjutan (renewable energy).
Baca juga: Arcandra Cerita Harga Gas di RI Berbeda-beda Karena Faktor Ini
"Sampai saat ini, sebagian besar produk yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masih berbasis pada industri ekstraktif minyak dan gas (migas), khususnya petrokimia. Misalnya, baju, plastik, karpet, serta apapun," ujar Arcandra usai membuka sesi forum diskusi (FGD) di Jakarta, Rabu, 28 November 2018.
Ketergantungan banyak usaha dengan minyak dan gas, menurut Archandra, membuat industri ekstraktif masih memiliki masa depan hingga beberapa dekade ke depan di Indonesia. "Memang saat ini di sisi transportasi ada banyak alternatif energi yang digunakan, tetapi di sektor usaha lain, mereka masih bersandar pada petrokimia," kata Arcandra.
Walau demikian, ia menyebut, saat ini ada upaya mengurangi ketergantungan terhadap petrokimia, melalui produksi serat kain dan plastik yang menggunakan serat tanaman. "Ada sekarang kantong kresek yang dibuat dari serat daun singkong, itu sudah mulai, tetapi belum tahu sampai kapan (akan menjadi arus utama)," ucap Arcandra.
Dalam sesi FGD bertajuk "Peningkatan Kompetensi Lulusan Pendidikan Vokasi melalui Sertifikasi Kompetensi Bidang Minyak dan Gas Bumi dalam Rangka Link and Match" di Jakarta, Rabu, Arcandra menerangkan di negara maju seperti Amerika Serikat, industri ekstraktif tidak menjadi penopang utama perekonomian.
"Sentra perekonomian AS saat ini ditopang oleh perusahaan yang bergerak di bidang otomatisasi, IoT (Internet of Things), robotik, kecerdasan buatan (artificial intelligence). Kita lihat perusahaan yang menjadi backbone (penopang) perekonomian AS seperti SpaceX, Tesla, Google, Apple, Facebook," kata Arcandra.
Dengan demikian, ia menyebut problem yang harus dijawab dalam sesi diskusi, di antaranya meliputi, bagaimana lulusan vokasi dan sekolah kejuruan menghadapi perekonomian yang tengah memasuki era revolusi industri 4.0, dan bagaimana para lulusan itu merespons masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang akan membuka keran tenaga kerja dari negara kawasan Asia Tenggara.
"Apa yang kita harapkan dari lulusan vokasi, apa kita menginginkan mereka membuat lapangan kerja, atau hanya masuk ke lapangan kerja yang telah diciptakan oleh industri," kata Arcandra Tahar.
ANTARA