TEMPO.CO, New York -Kurs dolar AS berbalik menguat atau 'rebound' terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Selasa waktu setempat atau Rabu pagi, 21 November 2018, karena meningkatnya volatilitas atas potensi Brexit menyeret turun euro dan sterling.
BACA: Kurs Rupiah di Jisdor Menguat Jadi Rp 14.586 per Dolar AS
Perusahaan-perusahaan Inggris telah dilaporkan mulai menggambar rencana-rencana dalam hal bahwa kesepakatan Uni Eropa-Inggris tentang Brexit gagal dicapai, karena Perdana Menteri Theresa May masih berusaha keras mendapatkan dukungan parlemen untuk rancangan kesepakatan Brexit yang disepakati dengan Brussels pekan lalu.
Gubernur bank sentral Inggris, Bank of England atau BoE, Mark Carney telah memperingatkan bahwa "ketidaksepakatan" Brexit dapat menenggelamkan ekonomi ke dalam resesi yang tidak terlihat sejak tahun 1730-an.
BACA: Kurs Rupiah di Jisdor Menguat Jadi Rp 14.594 per Dolar AS
Di dalam negeri, komentar-komentar "bearish" dari pejabat Federal Reserve AS tentang ekonomi global menimgkatkan permintaan terhadap mata uang "safe-haven" termasuk dolar AS, yen dan franc Swiss.
Wakil Ketua Fed Richard Clarida dan Presiden Fed Dallas Robert Kaplan pada Jumat, 16 November 2018 menyuarakan kekhawatiran atas potensi perlambatan global, menyebabkan spekulasi atas kenaikan suku bunga The Fed keempat yang sebagian besar diperkirakan para investor pada Desember.
Ketua Fed Jerome Powell pada Rabu, 14 November 2018 juga mengatakan ekonomi AS telah dihadapkan dengan perlambatan pertumbuhan global. Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi 1,1367 dolar AS dari 1,1454 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,2784 dolar AS dari 1,2855 dolar AS di sesi sebelumnya. Dolar Australia turun menjadi 0,7218 dolar AS dari 0,7289 dolar AS.
Dolar AS dibeli 112,72 yen Jepang, lebih tinggi dari 112,54 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS naik menjadi 0,9949 franc Swiss dari 0,9936 franc Swiss, dan naik menjadi 1,3314 dolar Kanada dari 1,3179 dolar Kanada.