TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor angkat bicara soal aksi yang dilakukan oleh enam aktivis Greenpeace di perairan Teluk Cadiz, di dekat Spanyol. Dalam aksi itu, enam aktivis naik ke atas Kapal Stolt Tenacity yang membawa minyak sawit dari kilang penyulingan Wilmar di Dumai, Riau.
Baca: Greenpeace Hentikan Kerja Sama dengan APP dan Sinar Mas
Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor bicara soal aksi yang dilakukan oleh enam aktivis Greenpeace di perairan Teluk Cadiz, di dekat Spanyol. Dalam aksi itu, enam aktivis naik ke atas Kapal Stolt Tenacity yang membawa minyak sawit dari kilang penyulingan Wilmar di Dumai, Riau.
Tumanggor menjelaskan bahwa kapal tersebut dimiliki oleh pihak ketiga, dan bukan bagian dari Wilmar Group. "Jadi kami tidak memberikan komentar apapun soal itu," kata dia, saat dihubungi di Jakarta, Ahad, Senin, 19 November 2018. Ia juga menjelaskan bahwa sampai saat ini minyak tersebut memang masih berada di atas Kapal Stolt Tenacity karena tertahan di laut.
Kejadian ini bermula ketika enam aktivis tersebut membentangkan spanduk bertuliskan "Save Our Rainforest dan Drop Dirty Palm Oil." Tidak diketahui bagaimana cara keenam aktivis naik ke atas kapal kargo ini. Namun, saat ini, keenam orang itu dikabarkan telah ditahan oleh awak kapal kargo tersebut.
Juru kampanye di kapal Greenpeace Esperanza, Hannah Martin, dalam keterangannya mengatakan, pihaknya memiliki keterbatasan kontak radio dengan sukarelawan yang ditangkap. Dia berujar, Greenpeace juga telah meminta kapten kapal untuk membebaskan relawan.
Greenpeace menyatakan, Wilmar adalah pemasok utama minyak sawit untuk perusahaan makanan ringan Mondelez. Perusahaan itu merupakan salah satu pembeli minyak sawit terbesar di dunia untuk digunakan pada banyak produknya terkenal seperti biskuit Oreo, cokelat Cadbury, dan biskuit Ritz.
Investigasi Greenpeace International menemukan, pemasok minyak sawit Mondelez telah menghancurkan 70.000 hektare hutan di seluruh Asia Tenggara dalam dua tahun. Greenpeace menemukan bukti ihwal persoalan kebakaran hutan, mempekerjakan anak-anak, eksploitasi pekerja, penebangan ilegal hingga perampasan tanah.
Menanggapi tudingan itu, Master menegaskan bahwa Wilmar memiliki kebijakan non-deforestation peat and exploitation atau eksploitasi dan non-deforestasi (penebangan hutan) gambut yang sangat ketat. Namun, Ia tidak menjelaskan rinci kebijakan apa saja yang dimaksud. Vice President Director at Wilmar Nabati Indonesia, Erik Tjia, juga tidak banyak berkomentar. "Tunggu saja, akan ada respon resmi dari Wilmar," kata Erik.
Simak berita menarik terkait Greenpeace hanya di Tempo.co.