TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute For Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira, menyebutkan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak efektif dalam meningkatkan investasi asing di Indonesia. Pasalnya, dari pengalaman revisi DNI sebelumnya tak lantas menggenjot pertumbuhan realisasi investasi secara signifikan.
Baca: Jokowi Izinkan Asing Kuasai 100 Persen Saham di 54 Industri Ini
Baca Juga:
"Bahkan di kuartal III lalu, investasi asing langsung atau FDI anjlok minus 20,2 persen dibanding posisi yang sama pada 2017," katanya, Ahad, 18 November 2018. Ia pun mengaku pesimistis dengan adanya paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah akhir pekan lalu bakal menggenjot masuknya realisasi investasi asing di Indonesia.
Secara tak langsung Bhima mengaku heran dengan resep pemerintah menarik investasi dengan relaksasi DNI. Sebab, cara ini tidak sesuai dengan fakta yang ada. Ia berpendapat, seharusnya pemerintah melihat masalah struktural yang menjadi akar permasalahan.
Dengan kondisi di lapangan seperti perizinan yang masih rumit, administrasi pembayaran pajak peringkat di EoDB di atas 100. "Kemudian birokrasi daerah yang lambat, korupsi dan pembebasan lahan butuh waktu lama. Itu yang harus diselesaikan dulu baru investor akan masuk," ujar Bhima. "Ini paket saya bilang setengah matang. Tidak ada yang spesial dan prematur."
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan sulit mengubah pandangan masyarakat yang selalu melihatnya sebagai masuknya asing ke dalam negeri. Padahal, sudah 70 tahun Indonesia merdeka, masih banyak industri yang belum dimiliki.
"Akibatnya begitu ekonominya tumbuh, impornya meledak karena enggak ada barangnya, sehingga kalau melihat nanti itu kita bukan hanya barang, jasa juga kita buka," ujarnya akhir pekan lalu.
Darmin menjelaskan, saat ini sudah terlalu banyak sektor usaha yang kosong atau kurang berkembang. Padahal ada kebutuhan untuk mengembangkannya, termasuk guna mendorong ekspor dan menciptakan substitusi impor.
Karena kekosongan tersebut, menurut Darmin, membuat ekonomu tumbuh pasti diiringi peningkatan impor. Dengan demikian, inilah yang disasar pemerintah supaya kekosongan ini diisi investasi dan kebutuhan terpenuhi. "Coba lihat ada berapa barang sih yang dihasilkan Indonesia?" katanya.
Baca: BKPM Sebut Investasi Asing Melambat, Bagaimana Prospek Properti
Lebih jauh Darmin mencontohkan salah satu industri yang masih didominasi oleh merek asing adalah industri kosmetik. "Kalau baju, ada yang dihasilkan Indonesia. Tapi begitu urusan kosmetik perempuan, coba lihat yang Indonesia mungkin hanya ada satu dua merek dagangnya. Yang lain itu merek asing yang investasi di sini," tuturnya.
BISNIS