TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan persoalan pembangunan di Indonesia, khususnya di desa, bukan lagi soal ada tidaknya anggaran. Pada beberapa periode pemerintahan sebelumnya, ketiadaan anggaran kerap menjadi alasan dan permasalahan dalam pembangunan desa.
Baca: Tahun Pemilu, Sri Mulyani Sebut Banyak Politikus Janjikan Belanja
"Sekarang anggarannya ada, bisa menyelesaikan enggak (persoalan pembangunan)? Ini tantangan yang beda dan bagus," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan, Ahad, 18 November 2018. Ia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun depan adalah sebesar Rp 2.439 triliun, meningkat dari tahun ini Rp 2.217 triliun.
Untuk dana desa saja, Sri Mulyani mengalokasikan Rp 70 triliun pada 2019. Sehingga, dalam lima tahun duit yang digelontorkan pemerintah untuk pembangunan desa bisa mencapai Rp 257 triliun. "Itu adalah untuk menciptakan kesejahteraan, mengingat kita memiliki tantangan yaitu jumlah penduduk besar, wilayah besar, dan demografi yang besar," ujar dia.
Menurut Sri Mulyani, ihwal pembangunan tidak bisa diukur hanya dengan teori-teori atau gagasan di kampus-kampus, maupun dengan angka-angka di APBN. Melainkan harus dijalankan di lapangan. "Makanya misalnya dibutuhkan presiden turun sendiri seperti pimpro (pemimpin proyek)."
Dengan anggaran yang ada saat ini, Sri Mulyani menyebut persoalan yang hadapi adalah mengisi ruang bagi pihak-pihak untuk bisa menjaga pembangunan agal berdampak riil di lapangan. Selain itu juga untuk menjamin kenaikan anggaran pendidikan bisa ikut menaikkan kualitas sumber daya manusia, maupun kenaikan anggaran kesehatan guna mengurangi penyakit dan memberi layanan kesehatan. "Itu siapa yang bisa menjamin?"
Oleh karena itu, di hadapan civitas akademika STAN, Sri Mulyani menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dalam mengawal pembangunan di Indonesia. Menurut dia, selama ini perguruan tinggi memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
"Kita biasanya melakukan secara terkotak-kotak, pendidikan di kelas, penelitian dengan berbagai topik, dan melaksanakan pengabdian, tapi tidak ada yang terkoneksi," ujar Sri Mulyani.
Bekas Direktur Bank Dunia itu mendorong perguruan tinggi masuk ke desa dengan nilai tambah. "Ini ada masalah, ada uang, bagaimana mengasilkan kemajuan?" Kata Sri Mulyani. Dengan masuknya perguruan tinggi ke desa, harapannya organisasi di level desa bisa menjadi lebih baik. "Jadi bagaimana perguruan tinggi dapat memperkuat dana desa, bukan malah jadi bingung."