TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisaris Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) atau yang dikenal dengan maskapai Merpati, Muhammad Said Didu, ikut berpendapat mengenai rencana Merpati untuk terbang lagi pada 2019. Jika Merpati benar-benar mengudara kembali, Didu berharap maskapai ini bisa fokus melayani penerbangan perintis.
Baca juga: Kemenhub: Sertifikat Izin Merpati Sudah Tidak Berlaku
"Jika dihidupkan lagi, mulailah dari remote area (area pelosok dan terluar). Saya bisa katakan, Papua itu harus menjadi titik awal lagi," kata Didu saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi bertajuk "Semoga Merpati Tak Ingkar Janji" yang digelar oleh SmartFM di Atjeh Connectin, Sarinah, Jakarta Pusat, Sabtu, 17 Desember 2018.
Merpati rencananya mengudara kembali pada 2019 usai tak lagi terbang pada 1 Februari 2014. Rencana terbang ini kembali mengemuka usai proposal pengajuan perdamaian terhadap pembayaran utang perusahaan terhadap kreditur diterima dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Surabaya.
Untuk mendukung rencana terbang kembali lagi pada 2019, Merpati akan melakukan debt restrukturisasi. Selain itu, Merpati telah mendapat dana komitmen dari investor senilai Rp 6,4 triliun. Dana tersebut didapatkan Intra Asia Corpora, investor dalam negeri yang terafiliasi dengan Asuransi Intra Asia dan PT Cipendawa.
Didu mengatakan, maskapai ini sudah terbukti ahli melayani penerbangan perintis. Bekas komisaris Merpati di era 2007-2009 ini menambahkan, Merpati juga telah dikenal sejak dahulu lihai dalam menerbangkan pesawat perintis kecil seperti model CASA dan Twin Otter. Selain itu, perusahaan milik negara ini telah dikenal luas melayani penerbangan di Indonesia bagian timur sejak perusahaan ini berdiri pada 1962.
Di Papua, Didu memberi contoh, jika terbang lagi Merpati bisa membantu mengurangi mahalnya harga tiket karena maskapai yang melayani rute penerbangan tersebut sangat terbatas.
"Kan di sana kalau beli tiket pesawat harganya hampir sama dengan harga naik umroh. Nah Merpati harus masuk untuk menolong Papua dan menjadi jembatan nusantara," kata Didu yang juga pernah menjadi sekretaris Menteri BUMN ini.
Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan jika Merpati terbang lagi tentunya bisa membantu pemerintah dalam memberikan layanan publik. Khususnya, lewat pelayanan penerbangan perintis ke remote area atau area terluar wilayah Indonesia.
"Dalam konteks ini dukungan pemerintah dalam konteks angkutan perintis jadi penting. Aksesibilitas dari dan ke remote kan menjadi tanggung jawab negara juga," kata Sudayatmo dalam acara yang sama.
Selain itu, Sudatyatmo menilai kehadiran Merpati akan sangat strategis bagi kesehatan industri penerbangan. Dengan kehadiran Merpati, industri penerbangan bisa menjadi lebih kompetitif. Apalagi saat ini, pangsa pasar industri penerbangan sebesar 51 persen masih dikuasai oleh satu grup usaha saja.