TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisaris Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) atau yang dikenal dengan maskapai Merpati, Muhammad Said Didu mengungkapkan 3 hal yang menjadi alasan kenapa investor masih melirik maskapai ini. Menurut dia, hal pertama yang mungkin dipertimbangkan adalah masalah trust atau kepercayaan publik yang telah dimiliki Merpati.
BACA: Merpati Bisa Terbang Lagi Jika Penuhi Syarat-syarat Ini
"Bahwa memang pertama masyarakat sudah percaya kepada Merpati, terutama pada masyarakat yang dilayani penerbangan perintis seperti di Papua," kata Didu dalam sebuah diskusi bertajuk "Semoga Merpati Tak Ingkar Janji" yang digelar oleh SmartFM di Atjeh Connectin, Sarinah, Jakarta Pusat, Sabtu, 17 Desember 2018.
Sebelumnya, Merpati merencanakan bakal kembali terbang pada 2019. Maskapai milik Badan Usaha Milik Negara atau BUMN ini kini tengah menanti keputusan pengajuan perdamaian melalui homologasi setelah diputus tak jadi pailit dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Surabaya.
Untuk mendukung rencana terbang kembali lagi pada 2019, Merpati akan melakukan debt restrukturisasi. Selain itu, Merpati juga mengaku telah mendapat dana komitmen dari investor senilai Rp 6,4 triliun. Dana tersebut didapatkan Intra Asia Corpora, investor dalam negeri yang terafiliasi dengan Asuransi Intra Asia dan PT Cipendawa.
Kemudian, Didu melanjutkan daya jual kedua yang dimiliki Merpati sehingga dilirik investor lagi ialah karena Merpati dikenal memiliki kultur keselamatan yang tinggi. Apalagi dengan karakter segementasi pasar penerbangan perintis tentu memiliki daya jual yang tinggi bagi investor.
Yang ketiga, menurut Didu, dengan karakter penerbangan perintis yang dimiliki Merpati, tentunya maskapai jenis ini masih banyak dibutuhkan di Indonesia. Dengan penerbangan perintis, Merpati diharapkan menjadi penerbangan yang menghubungkan remote area atau wilayah terluar dan pelosok.
"Jadi menurut saya yang harus dibangun Merpati itu adalah, menjadi jembatan penghubung udara nusantara," kata Didu yang juga pernah menjadi Sekretaris Menteri BUMN ini.
Kendati begitu, Didu mengaku cukup terkejut terhadap investor yang mau berinvestasi lagi terhadap Merpati. Sebab, bisnis pernerbangan merupakan bisnis yang berisiko, bergengsi namun memiliki margin kecil. Ia menilai orang yang berani berinvestasi kepada Merpati pasti memiliki talent untuk menghitung, dan memiliki nyali.
"Saya angkat topi pada orang yang mau masuk ke Merpati. Kalau saya disuruh maka saya mending bentuk baru, daripada melanjutkan. Kenapa? Karena lebih murah," kata dia.