TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution melihat keputusan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan bertujuan untuk meningkatkan keyakinan pasar. Menurut Darmin, tujuan BI menaikkan suku bunga acuan selaras dengan paket kebijakan 16 yang baru diluncurkan pemerintah.
Baca juga: Genjot Pertumbuhan, Jokowi Rilis Paket Kebijakan Ekonomi ke-16
"Kebijakan itu kita juga ingin meningkatkan confidence dari market. Sebenarnya rupiah kita itu sudah under value, sudah terlalu murah," kata Darmin di kantornya, Jumat, 16 November 2018.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14-15 November 2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75 persen.
Darmin mengatakan kebijakan BI itu juga untuk menarik arus modal jangka pendek. Selain itu, kebijakan BI itu merupakan upaya untuk menahan defisit transaksi berjalan agar tidak terlalu besar.
"Jalan lain ya itu sebenarnya yang dilakukan pemerintah, yang kami umumkan (paket kebijakan 16) hari ini ya itu. Memang kami agak besar porsinya untuk mendorong supaya investasi jangka menengah, sebenernya bukan jangka pendek," kata Darmin.
Menurut dia, sebetulnya persoalan Indonesia tidak bisa dijawab dengan transaksi berjalan saja, harus masuk juga ke transaksi modal dan finansial. Darmin mengatakan neraca pembayaran transaksi berjalan memang defisit, tapi tidak masalah karena ditutup surplus dari neraca finansial dan modal.
"Jadi salah satu tujuan apa yang dilakukan oleh BI kemarin itu ya memang supaya orang itu membaca keuangan, gini loh kalau global, selisih riil antara suku bunga bank sentral kita dengan Amerika. Nah dengan dia menaikkan itu, memang meningkat kita selisihnya," ujar Darmin Nasution.