TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri menyampaikan tantangan Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Faisal mengatakan salah satu yang menjadi masalah, Indonesia tidak pernah menjadi negara industri, melainkan langsung ke jasa.
Baca: Darmin Jelaskan Sebab Jawa Masih Dominasi Pertumbuhan Ekonomi
"Ini masalahnya. Industrinya terus mengalami penurunan. Bahkan pernah sektor industri manufaktur di kuartal 3 sudah di bawah 20 persen," kata Faisal dalam Tempo Economic Briefing di Ballroom II The Ritz Carlton, Jakarta, Kamis, 15 November 2018.
Sementara, kata Faisal sektor pertanian turunnya cepat, tapi pekerja di sektor pertanian tidak turun-turun secara signifikan. Bila dilihat dari komposisi tenaga kerja, sekitar 30 persen masih di pertanian, tapi di industri hanya 14,7 persen.
Menurut Faisal, saat ini seharusnya transformasi terjadi di sektor pertanian. "Produktifitasnya naik, tidak butuh lahan lebih banyak, nilai tambah sektor pertaniannya turun," tuturnya. Tapi kenyataannya sekarang, pekerja di sektor pertaniannya pindah ke industri. "Tapi industrinya memble, sehingga mereka larinya ke sektor jasa, tapi bukan jasa modern," katanya.
Lebih lanjut Faisal mengatakan jumlah industri besar dan menengah mencakup kira-kira 90 persen sumbangan terhadap nilai tambah dalam PDB. Sedangkan industri kecil hanya 10,6 persen terhadap PDB.
"Jumlah industri mikro dan kecil 99,2 persen, tapi sumbangan nilai tambahnya hanya 10,6 persen. Ini yang saya harapkan bisa kita transformasikan lewat digital ekonomi ini, lewat revolusi industri 4.0," ujar Faisal.
Dalam kesempatan tersebut Faisal menyampaikan kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto soal target netto ekspor yang ada dalam peta jalan (road map) Making Indonesia 4.0. Ia mengatakan, dalam peta jalan Making Indonesia 4.0 pada 2030 termaktub kontribusi ekspor netto sebesar 10 persen dari produk domestik bruto. "Ini menurut saya mustahil, dan jangan lah membuat target pakai netto ekspor," ujarnya.
Baca: Jokowi Ingin Industri Lokal Ekspor Alat Kesehatan ke Vietnam
Sementara itu, Menteri Airlangga mengatakan netto ekspor Indonesia pernah mencapai 10 persen di 2000. Artinya, kebijakan sekarang yang di antaranya berhasil menghidupkan untuk ekspor, melakukan investasi di impor subtitusi, tax holiday dengan berbagai fasilitas.
Simak berita menarik lainnya terkait industri hanya di Tempo.co.