TEMPO.CO, Bojonegoro -Ngaisah, 44 tahun, tersenyum puas memamerkan makanan olahannya berupa keripik hati pisang atau ares. Pelaku ekonomi kreatif asal Dusun Klumpang, Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro ini, ikut pameran Festival Inspirasi Perempuan atau FIP di Gedung Pusat Pengembangan Industri Kreatif Bojonegoro, Kamis, 15 November 2018.
BACA: Jokowi Sebut Bandung Paling Siap Jadi Pusat Industri Kreatif
Pameran pelbagai produk makanan dan juga kerajinan di Bojonegoro ini, diikuti sebanyak 21 perempuan. Mereka tergabung dalam pengusaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM Bojonegoro. Mereka berkumpul, berdikusi guna memperluas jejaring usahanya.
Menurut Ngaisah, membuat keripik hati pisang mulai ditekuninya awal tahun 2017 silam. Tujuannya, selain ingin memberdayakan Ibu-ibu rumah tangga di kampungnya, juga ikut membantu ekonomi keluarga. Suaminya, Nurrohman, seorang petani di Desa Sendangharjo yang penghasilannya terbatas. ”Motif saya ingin bantu ekonomi keluarga,” ujar ibu empat anak ini pada Tempo, di arena FIP Kamis, 15 November 2018.
BACA: Beacon 2018, Animasi Subsektor Prioritas Ekonomi Kreatif
Ide membuat keripik hati pisang buatan Ngaisah muncul saat berkumpul dengan para Ibu rumah tangga di kampungnya. Ketika itu, Ibu Nur, panggilannya berfikir soal tanaman pisang yang banyak tumbuh di desa itu. Mulai buah pisang, daun, dan juga jantung, semuanya bisa dimanfaatkan. Sementara batang pisang yang habis ditebang hanya dibuang begitu saja. Bagaimana jika hati pisang yang ada di lapisan paling dalam, diolah dibuat makanan.
Saat salah seorang keluarganya menebang pisang, Ngaisah meminta batangnya untuk tidak membuang. Hati pisang diambil beberapa bonggol. Lalu, setelah dibersihkan dengan air, kemudian direbus sekitar satu jam. Setelah direbus, hati batang pisang dilunakkan.
Setelah lunak, hati pasang pisang dicampur tepung terigu dan tapioka. Adonan itu, lalu dibumbui dengan pelbagai rempah. Mulai dari merica, ketumbar, bawang dan juga garam. Adonan yang sudah dibumbui, lalu dipotong kecil-kecil dan ditipiskan. Selanjutnya dijemur hingga kering. Keripik mentah hati pohon pisang siap digoreng. Ntu enak, dan jika dikunyah, cres..cres,” papar Ngaisah.
Menurut Ngaisah, untuk memproduksi keripik hati pisang, rata-rata tiga kilogram perharinya. Pesanan camilan ini, awalnya hanya dijual di sekitar rumahnya. Namun pemasaran dibantu oleh Kecamatan Ngasem dan Exxon Mobil Cepu Limited hingga luar kota.
Tak hanya pemasaran, produk hati batang pisang juga dibantu untuk kemasannya. Desainnya didatangkan dari Kota Surabaya yang khusus membantu kemasan camilan ini. Setelah dikemas Dampaknya, camilan ini mendapat pesanan dari pelbagai kota di Tanah Air. Mulai dari Semarang, Jakarta, Bali dan beberapa kota besar. “Sejumlah toko di Bojonegoro juga telah menjual,” imbuh Ngaisah.
Baca berita tentang Ekonomi Kreatif lainnya di Tempo.co.