TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan meyakini isi aturan baru terkait taksi online tak akan kembali digugat. Beleid pengganti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek, dinilai merangkum masukan banyak pihak, termasuk Mahkamah Agung (MA) yang berulang kali membatalkan aturan tersebut.
Baca: Mahkamah Agung Cabut Aturan Taksi Online, Ini Tanggapan Grab
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, membenarkan aturan baru akan membuka ruang bagi pengusaha kecil, untuk mengelola taksi daring. "Ini salah satu yang diinginkan MA, kemitraan driver tak harus dengan badan hukum," kata Budi kepada Tempo, Senin 12 November 2018.
Dengan keringanan tersebut, bisnis perorangan atau usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) bisa ikut berbisnis, dengan syarat kepemilikan armada minimal empat unit. Poin itu, menurut Budi, sebelumnya tak diatur karena pertimbangan terhadap kapasitas UMKM.
"Karena jika ada kecelakaan pada penumpang, usaha kecil akan sulit menangani sendiri. Tapi, ada penilaian lain oleh mahkamah, kali ini kami turuti," tutur Budi, menambahkan bahwa masukan juga datang dari uji publik di enam kota pada pekan lalu.
Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan gugatan yang diajukan oleh Daniel Lukas Rorong, Herry Wahyu Nugroho, dan Rahmatullah Riyadi untuk membatalkan PM 108/2017. Butir aturan yang terkait kewajiban uji kendaraan, penggunaan stiker khusus, hingga penyediaan fasilitas pemeliharaan kendaraan, tak lagi berlaku.
Kewajiban pengelolaan taksi oleh perusahaan berbadan hukum pada Pasal 36 PM 108/2017, pun dibatalkan. Kementerian sebelumnya dinilai tak berpihak pada UMKM karena butir ini.
Kendati ada kelonggaran baru, Budi memastikan akan mengawasi kepatuhan pemilik aplikasi terhadap batas tarif. Kementerian mengatur tarif operasional taksi daring berkisar Rp 3.500 - 6.500 per kilometer. "Kalo dilanggar saya beri surat peringatan, dan minta Kementerian Komunikasi dan Informatika mengentikan operasional aplikator," kata Budi.
Direktur Angkutan dan Mutimoda Perhubungan Darat, Ahmad Yani, mengatakan lembaganya akan meninjau kembali usulan kuota taksi online per daerah. Jumlah operasional armada di tiap wilayah akan disahkan seiring pemberlakuan beleid baru.
"Kita minta daerah susun kuota ulang, bisa angka yang sama atau mungkin diperbaharui," kata Yani kepada Tempo.
Pada Maret 2018, sudah ada 14 pemerintah daerah yang mengajukan total kuota 91.953 unit. Jumlah terbanyak datang dari regulator kawasan Jabodetabek, mencapai 36.510 kendaraan.
Menurut Yani, pemberlakuan PM baru tinggal menunggu pengesahan oleh menteri dan pendaftaran di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Aturan ditargetkan terbit sebelum 20 November mendatang.
Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat, Dedi Taufik, justru mendorong beleid baru dituangkan dalam Peraturan Presiden. Dedi mengkhawatir format peraturan menteri masih rawan dibatalkan. "Kalau digugat lagi, kan capek," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Christiansen Ferary Wilmar, mengatakan forumnya mendukung keterlibatan UMKM. ADO merupakan salah satu aliansi yang terlibat uji publik aturan taksi online anyar. "Pengakuan badan usaha perseorangan sebagai penyelenggara angkutan sewa memang diusulkan berbagai organisasi," ucapnya kepada Tempo.
Adapun Head of Public Affairs Grab Indonesia, Tri Sukma Anreianno, mengatakan aplikator berpartisipasi dalam pembaharuan aturan. "Soal fitur keselamatan kami sambut baik, Grab punya tombol darurat yang telah tersedia di aplikasi penumpang sejak Mei 2018,"
YOHANES PASKALIS PAE DALE | ANDI IBNU