TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan
defisit transaksi berjalan (CAD) kuartal III memang melonjak tinggi terutama disebabkan lonjakan defisit perdagangan pada Agustus. Sementara, kata Piter, Indonesia selalu mengalami defisit di neraca jasa dan pendapatan primer.
"Apakah masih aman? Saya kira perekonomian masih aman-aman saja tapi rentan," kata Piter saat dihubungi, Ahad, 11 November 2018.
Menurut Piter rentan, karena rupiah akan kembali tertekan pasca penguatan yang tiba-tiba selama dua minggu terakhir. Pelebaran CAD ini mengingatkan persoalan struktural ekonomi masih ada dan potensial membuat rupiah terus melemah.
Bank Indonesia mengumumkan kenaikan angka
defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 menjadi US$ 8,8 miliar atau 3,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut lebih tinggi ketimbang triwulan sebelumnya yang sebesar US$ 8 miliar atau 3,02 persen PDB. "Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III 2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan tertulis, Jumat, 9 November 2018.
Dengan kenaikan angka tersebut, kata Agusman secara kumulatif hingga triwulan III CAD tercatat 2,86 persen PDB alias masih berada dalam batas aman.
Lebih lanjut Piter mengatakan defisit transaksi berjalan menunjukkan kelemahan struktural perekonomian dibanding dengan negara-negara tetangga khususnya Thailand dan Singapura. Menurut Piter Kedua negara tetangga ini memiliki current account yang surplus secara berkesinambungan. "Dengan current account surplus nilai tukar bath dan dollar Singapura sangat stabil bahkan ditengah gejolak global. Faktor ini positif bagi iklim investasi. Tidak heran apabila mereka bisa mendapatkan direct investmen yang lebih besar," kata Piter.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan batas aman untuk negara berkembang adalah 3 persen.
"Di atas itu sudah rambu kuning artinya waspada dan makin bergantung pada pembiayaan kurs asing," kata Bhima.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede secara umum, defisit transaksi berjalan masih manageable dalam jangka pendek, namun pemerintah perlu mengeluarkan langkah kebijakan untuk meningkatkan ekspor produk manufaktur dengan memperkuat industri pengolahan dalam negeri.
"Sehingga defisit transaksi berjalan dapat dikendalikan meskipun aktivitas ekonomi domestik baik konsumsi dan investasi cenderung meningkat ke depannya," kata Josua.
Iklan
Menurut Josua kebijakan struktural diperlukan mengingat risiko pelebaran defisit transaksi berjalan juga mempengaruhi penurunan surplus neraca finansial yang juga masih dipengaruhi oleh faktor risiko eksternal. Faktor risiko eksternal itu, kata Josua, seperti normalisasi kebijakan moneter global serta perang dagang antara AS dan Cina yang pada akhirnya akan mendorong defisit neraca pembayaran.