Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memperkirakan defisit transaksi berjalan bakal melebar di atas 3 persen pada triwulan III 2018.
Baca juga: Darmin Jelaskan Sebab Jawa Masih Dominasi Pertumbuhan Ekonomi
"Kelihatannya perkiraannya begitu, melebar dari kuartal II 2018," ujar Darmin di kantornya, Jumat, 9 November 2018. Pada kuartal II defisit transaksi berjalan mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto atau US$ 8 miliar.
Menurut Darmin, melebarnya defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi pada periode tersebut. Badan Pusat Statistik sebelumnya mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2018 sebesar 5,17 persen.
"Karena PE kita tetap tinggi, sehingga impornya juga jalan," tutur Darmin. Di samping itu, Indonesia juga terkena dampak dari perang dagang yang dicetuskan Amerika Serikat ke negara mitra dagangnya.
Pasca kebijakan Presiden Donald Trump itu digaungkan, menurut dia, India ikut menaikkan bea masuk untuk produk minyak sawit Indonesia. Dampaknya ekspor sawit Indonesia melambat.
Pemerintah sebenarnya sudah menerapkan beberapa kebijakan guna menekan defisit neraca transaksi berjalan. Misalnya saja dengan memperluas kebijakan mandatori biodiesel B20 untuk bahan bakar non PSO. Selain itu, pemerintah juga telah menaikkan tarif impor untuk sejumlah jenis barang konsumsi.
"Tapi itu kan perlu waktu, jadi jangan dilihat per bulan dong," kata Darmin. Bekas Gubernur Bank Indonesia itu yakin kebijakan pengendalian impor yang dilakukan pemerintah akan berdampak terhadap defisit transaksi berjalan triwulan IV 2018. "B20 kan baru diterapkan September, baru satu bulan."
Kendati meyakini kebijakannya bakal berdampak positif kepada menurunnya defisit transaksi berjalan, Darmin pesimistis neraca transaksi berjalan bisa surplus tahun depan.
"Kalau neraca dagang bisa, tapi kalau transaksi berjalan itu kita kan sudah dari tahun 1970-an, enggak bisa satu dua tahun diubah karena umurnya sudah 50 tahun," ujar Darmin Nasution.