TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Junaidi Abdillah, mengkritik kebijakan pemerintah mengurangi target penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi pada 2019. Asosiasi ingin target ditambah, terutama untuk penyaluran dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan skema subsidi selisih bunga (SSB).
Simak: Atlet Nasional Bisa Cicil KPR BTN 30 Tahun dan Dapat Promo Khusus
"Permintaan rumah subsidi ini semakin tinggi," kata Junaidi usai meminta kenaikan target penyaluran kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 8 November 2018. Rumah, kata dia, sudah menjadi kebutuhan pokok dan akan selalu dicari seiring dengan perkembangan penduduk.
Junaidi juga berharap pemerintah mengarahkan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2TB) kepada subsidi FLPP dan SBB karena serapannya akan lebih tinggi. Pasalnya bunga angsuran dengan skema BP2TB sama dengan bunga komersil meski telah mendapat suntikan dana dari pihak luar. "Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah angsuran murah, bukan uang muka," katanya.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mengurangi target penyaluran KPR subsidi pada 2019 menjadi 234 ribu unit. Jumlahnya menurun dari target pada 2018 yang sebanyak 267 ribu unit. Junaidi mengatakan, angka yang ideal adalah 300 ribu unit. Target penyaluran pada skema SSB juga menurun. Jumlahnya mencapai 225 ribu unit pada 2018 namun menurut menjadi 100 ribu unit pada 2019.
Kementerian PUPR menargetkan penyaluran 267 ribu unit rumah subsidi tahun ini dengan total anggaran Rp 6,09 triliun. Sebanyak Rp 2,1 triliun dialokasikan untuk penyaluran FLPP. Sementara penyaluran dengan skema SSB mendapat Rp 2,5 triliun dan penyaluran Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebanyak Rp 1,3 triliun. Hingga 6 Juli 2018, realisasi penyaluran dana rumah subsidi mencapai Rp 1,25 triliun dengan total 10.829 unit rumah.