TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah keluarga korban pesawat Lion Air JT610 masih mengeluhkan sikap dari manajemen maskapai penerbangan Lion Air. Para keluarga ini berkeluh kesah, mulai dari susahnya mengurus berkas persyaratan asuransi hingga kurangnya tim pendampingan dari pihak Lion Air.
Baca: 5 Istri Korban Berebut Uang Asuransi, Lion Air Tawarkan Dua Opsi
Salah satunya dialami oleh Samini, 48 tahun, warga Desa Air Putih, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Samini adalah tante dari Amelia Restia. Bersama suami, Wijaya Daniel, dan dua orang anaknya, Restia menjadi penumpang dalam pesawat yang jatuh di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat, pada Senin, 29 Oktober 2018. Jenazah keempatnya telah berhasil ditemukan dan telah dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Kini, Samini beserta Idariyana, ibu dari Restia, dan sejumlah anggota keluarganya mengurus persyaratan asuransi yang dibutuhkan. Hanya saja, banyak syarat yang diminta tim Lion Air dan tidak semuanya mudah didapatkan. "Ini mau dicari kemana berkasnya? susah," kata Samini kepada Tempo di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta Timur, Kamis, 8 November 2018.
Berkas yang dimaksud adalah KTP (Kartu Tanda Penduduk) dari ayah Daniel, atau besan dari Idariyana. Sebab, kata Samini, ayah dari Daniel ini telah bercerai dengan istrinya lebih dari 20 tahun dan tidak diketahui lagi keberadaannya. KTP tersebut dibutuhkan sebagai bukti ahli waris langsung dari Daniel.
Pasca jatuhnya pesawat, Lion Air telah berkomitmen untuk memberikan asuransi Rp 1,3 miliar (Rp 1,25 miliar asuransi pokok + Rp 50 juta asuransi bagasi) kepada setiap korban. Untuk mendapatkannya, keluarga harus menyediakan delapan dokumen syarat yaitu: KTP seluruh ahli waris, Akta kelahiran seluruh ahli waris, akta kelahiran penumpang, akta perkawinan orang tua penumpang, akta perkawinan penumpang, kartu keluarga penumpang dan ahli waris, akta kematian penumpang, dan surat keterangan ahli waris.
Tak hanya itu, Samini juga kesusahan karena dokumen akta kematian penumpang harus diurus di Kantor Catatan Sipil di kampungnya di Bangka. Demikian juga dengan surat keterangan ahli waris yang harus diurus di kampungnya berjenjang, mulai dari desa sampai kecamatan. Walhasil, keluarga Samini di kampung harus berusaha mengurus dokumen ini dan mengantar langsung ke Jakarta agar cepat. "Hari ini saudara sedang mengurus, mudah-mudahan bisa selesai," ujarnya.
Kesulitan-kesulitan inilah yang membuat Samini dan keluarganya mengelus dada. Sebab, mereka harus berada di Jakarta lebih lama untuk mengurus asuransi meski keluarga mereka yang jadi korban telah dimakamkan seluruhnya. Ia datang ke Jakarta pada hari kejadian, Senin, 29 Oktober 2018, sehingga telah berada di Jakarta selama 11 hari. Samini berharap proses pengurusan asuransi ini bisa lebih cepat sehingga ia bisa kembali ke kampung halaman.
Ini hanyalah satu dari sekian kesulitan yant dialami Samini. Selama 11 hari di Jakarta, Ia mengaku beberapa kali bersitegang dengan staf dari Lion Air. Ia harus berpindah hotel sebanyak tiga kali, dari hotel di daerah Cengkareng, Banten, ke Jakarta Timur, di Hotel Fiducia dan Hotel Ibis, tempat dia sekeluarga saat ini menginap. Pernah juga Samini, protes ke Lion Air karena bus yang biasa mengantar keluarga ke lokasi identifikasi si RS Polri, Kramat Jati, tak kunjung datang. "Bersitegang urat leher baru dipenuhi, kalo lemah kami dipermainkan," kata salah satu anggota keluarganya.
Tak hanya Samini, keluhan juga disampaikan keluarga korban lainnya, Anton Sahadi. Dua orang sepupu dari istri Anton, menjadi korban dalam kejadian ini. Saat ini, baru satu orang yang telah berhasil diidentifikasi dan dimakamkan yaitu Muh Rafi Adrian. Satu orang lainnya yaitu Rian masih terus dicari oleh tim Basarnas. Jika dihitung dari 1 sampai 10, kata dia, maka penilaian atas kinerja Lion Air menghadapi keluarga korban hanya 4.
Bagi Anton, kerja tim dari manajemen Lion Air sangat kurang sehingga banyak keluarga korban yang terabaikan. Setelah kejadian, Anton beberapa kali datang ke RS Polri. Di sana ia melihat banyaknya keluhan dari keluarga lain. "Harusnya ada yang mendampingi korban, menampung dan mencatat kesulitan yang dialami korban, komunikasi yang baik dengan keluarga, itu saja sebenarnya cukup," kata dia.
Tempo mencoba mengkonfirmasi ke pihak Lion Air mengenai proses asuransi bagi keluarga korban tapi belum banyak jawaban yang bisa diperoleh. "Kalau mengenai ini, kami belum bisa menyampaikan, namun nanti bila ada perkembangan kami kabari," kata Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro saat dihubungi.
Corporate Communication Lion Air, Ramaditya Handoko mengakui ada beberapa keluhan yang diterima manajemen Lion Air terkait minimnya pendampingan keluarga korban. Ia mengatakan, manajemen terus memperbaiki masalah di lapangan dengan melalukan positioning, mengecek kembali satu per satu keluarga yang belum terlayani secara maksimal. "Ini masukan buat kami, kami terus evaluasi agar keluarga ditangani dengan baik," kata dia.