TEMPO.CO, Jakarta - Pergerakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore ini kembali melanjutkan apresiasi sebesar 142 poin menjadi Rp14.452 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.594 per dolar AS.
Baca: Rupiah Menguat, Tiga Faktor Ini Diduga Jadi Alasannya
"Sentimen dari dalam negeri yang positif mendominasi arah pergerakan kurs rupiah," kata Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada di Jakarta, Kamis 8 November 2018.
Menurut dia, sentimen positif dari domestik yang menjadi perhatian pelaku pasar. Di antaranya membaiknya cadangan devisa, pembatasan impor, dan mulai diberlakukannya transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
"DNDF merupakan salah satu instrumen lindung nilai bagi pelaku usaha, instrumen itu juga untuk mendukung upaya meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, kenaikan kurs rupiah juga dipengaruhi sentimen hasil pemilu sela kongres Amerika Serikat dimenangkan Partai Demokrat. Situasi itu membuat sebagain pelaku pasar khawatir karena langkah-langkah stimulus fiskal pemerintah AS dapat terhambat.
"Pasar merespon dengan mengurangi permintaan atas aset dolar AS sehingga mendorong pelemahan kurs. Tentunya kondisi itu juga memberikan kesempatan pada rupiah untuk dapat bergerak positif," katanya.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan langkah Bank Indonesia yang menguatkan bantalan valuta asing melalui bilateral currency swap dengan Monetary Authority of Singapore (MAS) senilai 10 miliar dolar AS turut menjadi penopang rupiah.
"Itu juga menambah keyakinan terhadap rupiah," katanya.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari ini (8/11), tercatat mata uang rupiah menguat menjadi Rp14.651 dibanding sebelumnya (7/10) di posisi Rp14.764 per dolar AS.