TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyelidiki penyebab kerusakan pada Air Speed Indicator atau petunjukan kecepatan pesawat Lion Air JT 610. Petunjuk kecepatan ini ditengarai rusak dalam empat perjalanan terakhir pesawat yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
Baca juga: Lion Air Jatuh, Kepala BKPM Turut Berduka
Teknisi dari Lion Air sebenarnya sempat mengganti salah satu komponen yang berhubungan dengan petunjuk kecepatan ini yaitu Angle of Attack (AOA) sensor. Sensor ini adalah sebuah alat ukur yang ditempatkan di bagian depan pesawat yang mengukur sudut pesawat terhadap aliran udara. Teknisi mengganti AOA saat pesawat mendarat di Bali, sehari sebelumnya jatuhnya pesawat.
Akan tetapi, penggantian AOA ini ternyata tidak membuat petunjuk kecepatan pesawat membaik. Malah, KNKT menduga masalah di pesawat semakin bertambah, hingga setelah mendarat di Jakarta, sebelum bertolak ke Pangkalpinang. "Kalau perlu bongkar ya kami bongkar AOA ini, kami lihat apa masalahnya dan kerusakan apa yang ada," kata Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 7 November 2018.
Sebelumnya, Pesawat Lion Air PK-LQP jenis Boeing 737 MAX 8 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat ketika terbang membawa 182 penumpang dan 7 kru dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Senin, 29 Oktober 2018. Dari hasil pengecekan awal pada Flight Data Recorder (FDR), ternyata terjadi perbedaan 20 derajat antara AOA di sisi pilot dan copilot.
Perbedaan itu terjadi dalam penerbangan dari Bali menuju Jakarta, 28 Oktober 2018. Untuk itulah, KNKT sedang mendalami keterangan dari teknisi Lion Air mengapa petunjuk kecepatan tetap rusak kendati AOA telah ditukar dengan yang baru. "Kami akan cek, apakah teknisi ini bisa atau enggak, apakah terjadi kesalahan pemasangan atau enggak," kata Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo.
Dengan terjadinya perbedaan pada 20 derajat ini, kata Nurcahyo, maka pilot dan copilot pun akhirnya tidak mengetahui indikator siapakah yang benar. Untuk itulah sebenarnya, KNKT sangat membutuh satu data lagi yaitu Cockpit Voice Recorder (CVR). "Jadi kami tahu apa keputusan mereka akibat perbedaan ini," kata dia.
Investigator KNKT, Ony Soerjo Wibowo, mengatakan, pihaknya juga akan mengecek apalah AOA baru yang dipasangkan di Bali telah memperoleh form 8130, semacam sertifikat resmi bagi komponen ini. Jika tidak memiliki sertifikat ini, maka barang AOA yang dipasang tidaklah sah dan tidak disetujui atau unapproved. "Hanya AOA bersertifikat yang boleh dipasang," kata dia.
Ada dua kemungkinan yaitu teknisi salah memasang AOA atau AOA telah mengalami kerusakan sejak dari pabrikannya di Chicago, Amerika Serikat. Namun, kata Soerjanto, belum bisa disimpulkan sejauh itu, dimana letak kesalahan sebenarnya. "Kami juga belum bisa simpulkan apakah AOA juga yang bikin masalah di Jakarta ke Pangkalpinang, atau sejauh mana AOA ini mengganggu sistem yang lain, kami belum tahu," ujarnya.
Saat ini, KNKT telah mengantongi AOA lama, yang dicopot teknisi Lion Air saat pesawat mendarat di Bali. Selanjutnya, AOA akan diperiksa di pabrikan asalnya yaitu Rosemount Aerospace, Inc, di Chicago, Amerika Serikat. Setelah itu, rekonstruksi penerbangan untuk melihat dampak dari kerusakan AOA inu akan dilakukan di engineering simulator milik produsen asal yaitu Boeing di Seattle, Amerika Serikat.