TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara publik LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan laporan aduan kepada lembaganya terus bertambah sejak dibuka pos pengaduan bagi korban pinjaman online. Sejak dibuka pada Ahad, 4 November 2018, sudah ada 300 aduan hingga hari ini, Rabu, 7 November 2018.
Baca: Garap Fintech, LINE Bakal Akuisisi 20 Persen Saham Bank KEB Hana
"Jumlahnya bertambah 300 sejak dibuka pada Minggu kemarin. Tapi kami belum mengelompokanya lagi, karena itu kemungkinan laporanya bisa double-double," kata Jeanny ketika dihubungi Tempo, Rabu, 7 November 2018.
LBH Jakarta membuka pos pengaduan bagi para peminjam uang dari aplikasi fintech peer to peer lending atau pinjaman online. Melalui pos ini, LBH mencoba menginventarisir dan menyelesaikan mengenai praktik penagihan yang diduga sudah melanggar hukum dan hak asasi manusia dari fintech pendanaan tersebut.
Melansir akun Instagram LBH Jakarta, lembaga ini telah menerima laporan dari 283 korban pelanggaran hukum dan HAM dari fintech nakal tersebut sejak Mei 2018. Adapun beberapa hal yang dilaporkan berupa bunga yang tinggi, pengambilan data pribadi hingga cara penagihan yang dinilai melanggar.
Jeanny menjelaskan dari seluruh aduan yang disampaikan kepada LBH Jakarta, ada fintech peer to peer lending atau pendanaan yang terdaftar dan memiliki izin di OJK. Meskipun demikian, dia tak memberikan detail nama perusahaan pinjaman online karena masih merupakan laporan awal dari para peminjam.
Selain itu, Jeanny juga menjelaskan LBH Jakarta selama ini juga belum pernah diminta koordinasi dengan OJK maupun asosiasi mengenai adanya laporan aduan tersebut. Ke depan, kata Jeanny, LBH akan mendorong para pelaku untuk melaporkan pelanggaran tersebut kepada kepolisian.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, Tongam L Tobing mengatakan masyarakat yang merasa dirugikan oleh perusahaan financial technology atau fintech ilegal tersebut bisa langsung melapor kepada polisi. OJK menduga fintech yang dilaporkan ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta belakangan ini adalah perusahaan ilegal.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau AFPI, Sunu Widyatmoko menduga bahwa banyaknya pinjaman online yang dilaporkan kepada LBH Jakarta adalah ilegal dan tidak terdaftar di OJK. Sunu menyesalkan adanya perusahaan pinjaman online nakal yang diduga melanggar hukum dan melanggar hak asasi tersebut.