TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan tingginya tarif cukai tembakau adalah salah satu upaya untuk melindungi masyarakat Indonesia dari konsumsi rokok. YLKI kecewa dengan keputusan pemerintah untuk menunda menaikkan cukai rokok pada 2019.
Baca: Jokowi Batalkan Kenaikan Cukai Rokok, YLKI: Hal yang Ironis
Padahal menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau menyebutkan cukai hasil tembakau adalah 57 persen. "Cukai itu prinsipnya pengendalian konsumen untuk tidak mengonsumsi barang tersebut. Saat ini cukai rokok di Indonesia tidak sampai 40 persen, belum sesuai dengan peraturan yang pemerintah buat yaitu 57 persen," kata Tulus saat konferensi pers di Jakarta, Selasa, 6 November 2018.
Dia mengatakan biaya cukai dibebankan kepada pembeli, bukan dibebankan kepada industri rokok. Jadi jika tarif cukai tembakau dinaikkan maka industri rokok tidak merugi.
Naiknya tarif cukai tembakau juga tidak berdampak dengan pengurangan tenaga kerja di tempat industri rokok. "Yang menyebabkan berkurangnya tenaga kerja adalah mekanisasi, satu mesin saja bisa menggantikan 900 pekerja di pabrik rokok," kata dia.
Dengan mundurnya tarif cukai rokok, menurut dia, maka negara telah abai dengan kesehatan masyarakat Indonesia. "Pemerintah telah abai terhadap kesehatan publik dengan mengutamakan kepentingan jangka pendek. Padahal rokok menjadi salah satu penyebab terjadi penyakit tidak menular seperti stroke, jantung koroner dan lainnya," ujarnya.
Hal tersebut juga berdampak buruk terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pembatalan itu, kata dia, akan mengakibatkan kinerja BPJS Kesehatan akan semakin kesulitan dari sisi finansial.
Menurut Tulus, data menunjukkan konsumsi rokok di tengah masyarakat lebih dari 35 persen total populasi menjadi salah satu pemicu utama berbagai penyakit katastropik yang merupakan jenis penyakit yang paling memberatkan kinerja keuangan BPJS Kesehatan.
ANTARA