Sebelumnya, studi The SMERU Research Institue menemukan bahwa sepanjang 2000 hingga 2016 desa-desa di Indonesia semakin sejahtera. Peneliti The SMERU Research Institute Nila Warda mengatakan, kesejahteraan di desa meningkat diukur dari beberapa faktor.
Baca juga: Sri Mulyani : Dana Desa Naik, Kemiskinan Belum Turun
"Misalnya, peningkatan pengeluaran untuk konsumsi, beragamnya pekerjaan yang dimiliki masyarakat desa dan juga meningkatnya pembangunan irigasi," kata Nila pada Kamis, 1 November 2018.
Namun demikian, menurut Nila, hasil studi tersebut juga menemukan bahwa meski desa semakin sejahtera, tingkat ketimpangan juga semakin tinggi. Ketimpangan tersebut terlihat dari perbedaan pertumbuhan pengeluaran bagi warga desa terkaya dengan yang termiskin.
Sebaran ketimpangan paling besar, Nila menjelaskan, terjadi pada desa-desa di Indonesia bagian timur dengan yang ada di barat. Selama kurun waktu 2000-2016 itu, rata-rata pertumbuhan pengeluaran penduduk desa terkaya tumbuh 7-8 persen per tahun. Sedangkan penduduk desa termiskin hanya tumbuh sebanyak 3-4 persen.
Dari sisi infrastruktur, ditemukan bahwa infrastruktur desa yang lebih maju sejalan dengan meningkatnya ketimpangan yang ada. Hal ini diukur dari tiga indikator yakni, jalan desa yang beraspal, dapat dilalui kendaraan roda empat dan juga adanya jaringan komunikasi.
SMERU menemukan desa yang memiliki jalan desa beraspal, sebanyak 61 persen mengalami ketimpangan. Dari jalan yang bisa dilalui, sebanyak 91 persen desa mengalami ketimpangan dan ada 67 persen desa dengan jaringan telekomunikasi bagus mengalami ketimpangan.
Studi juga mengungkap bahwa dalam ketimpangan tersebut, terjadi pengusaaan lahan masyarakat yang timpang antara masyarakat terkaya dengan termiskin di desa. Misalnya, dari 52,6 persen rumah tangga pertanian yang memiliki kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektare, hanya ada 11,31 persen yang menguasai lahan.
Penguasaan lahan tersebut ternyata juga sejalan dengan jumlah tingkat pengeluaran masyarakat termiskin di desa. Misalnya, indeks gini untuk konsumsi pada tahun 2013 sebesar 0,3 jauh lebih rendah dibandingkan dengan indeks gini penguasaan lahan sebesar 0,63.
Kendati begitu, Nila menambahkan, hubungan antara kesejahteraan dengan ketimpangan ini bersifat asosiasif. Artinya, belum ditemukan adanya sifat korelasi atau sebab akibat dari adanya peningkatan kesejahteraan dengan meningkatnya ketimpangan dari studi ini.
Studi The SMERU ini meerupakan studi deskriptif dengan metode kuantitatif serta dengan analisa makro. Data-data yang digunakan merupakan data sekunder yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik seperti hasil Sensus Penduduk dan Sensus Pertanian, Sensus Desa dan Sensus Ekonomi Nasional. Selain itu, data sekuder lain yang digunakan adalah Peta Kemiskinan Indonesia yang pernah dikeluarkan oleh SMERU pada 2015.