TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Penasihat Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Sudirman menepis data Kementerian Pertanian soal produksi jagung. Sudirman mengatakan produksi jagung paling banyak pada tahun ini sebesar 10 juta ton.
Baca juga: Jagung Diduga Langka: Beda Kementan, Beda Pula Satgas Pangan
"Kalkulasi saya, produksi jagung kita paling banyak 10 juta ton. Padahal pernyataan pemerintah 30 juta ton, atau 3 kali lebih besar dari yang sebenarnya," kata Sudirman saat dihubungi, Ahad, 4 November 2018.
Sabtu 3 November, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan dan Badan Pusat Statistik produksi jagung dalam lima tahun terakhir meningkat rata-rata 12,49 persen per tahun. Itu artinya, kata Syukur, 2018 produksi jagung diperkirakan mencapai 30 juta ton pipilan kering.
Meski membantah data Kementerian Pertanian, Sudirman menyambut baik rencana pemerintah mengimpor jagung hingga 100 ribu ton tahun ini. Menurut Sudirman, saat ini dan awal tahun depan suplai jagung akan kekurangan.
"Kami menyambut baik rencana impor jagung tersebut. Karena memang saat ini, dan sampe awal tahun depan suplai jagung akan shortage (kekurangan)," kata Sudirman. "Walaupun sebenarnya 100 ribu ton enggak ‘nendang’ lah".
Sudirman mengatakan impor jagung tersebut untuk peternak petelur mandiri yang mencampur pakan sendiri. Sudirman mengatakan saat ini harga jagung untuk pakan ternak Rp 5.300 per kilogram.
Jumat, 2 November 2018, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan harga jagung sedang naik, padahal sedang diperlukan. Darmin mengatakan, karena itu Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengusulkan ada impor. "Jadi, jagung itu harganya kan naik, padahal itu diperlukan dan Menteri Pertanian mengusulkan ada impor dan perlu cepat untuk perusahaan peternakan kecil menengah, terutama peternakan telur," kata Darmin.