TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Umum Ikatan Pilot Indonesia, Rama Noya, membantah jika Pilot Lion Air JT 610 Bhavye Suneja, menerbangkan pesawatnya dalam keadaan kelelahan akibat kelebihan jam kerja. "Masalah overworks selama saya mengikuti dari CSR kami, dan operasi manual tidak ada yang melanggar jam terbang," ujar dia di Gendung Dirgantara, Jumat, 2 November 2018.
BACA: Lion Air Beri Uang Duka Rp 25 Juta untuk Pemakaman Korban
Alasannya, kata Rama, Lion Air sudah mengikuti audit di Eropa, IOSA atau The IATA Operation Safety Audit, dan audit penerbangan dalam negeri. Menurutnya, Lion Air lolos audit tersebut.
Dengan lolosnya audit yang dilakukan beberapa lembaga tersebut, Rama berujar, Lion Air memenuhi standar, baik di pengaturan kru penerbangan dan pesawat itu sendiri.
Sebelumnya, beredar kabar jika Pilot Bhavye bermasalah. Namun, Noya menjelaskan bukti otentik ada di dalam percakapan Black Box, bukan pendapat dan asumsi tanpa melihat transkrip percakapan di Black Box. "Kita harus mengacu kepada data," ucap Rama.
BACA: Gaji Pilot Lion Air Rp 3,7 Juta, Ini Kata BPJS Ketenagakerjaan
Untuk teknisi pesawat yang juga menjadi korban pesawat nahas tersebut. Noya menjelaskan, keberadaan teknisi tersebut merupakan hal lumrah. Menurutnya, tidak selalu karena pesawat bermasalah teknisi ikut dalam penerbangan.
Pesawat Lion Air JT 610 mengalami kecelakaan setelah lepas landas dari Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta pukul 06.20 WIB menuju Pangkalpinang pada Senin, 29 Oktober 2018. Pesawat tersebut jatuh di koordinat koordinat S 5’49.052” E 107’ 06.628”.
Sebelumnya, tim gabungan evakuasi kecelakaan telah menemukan salah satu bagian dari black box Lion Air JT 610, yaitu Fligth Data Recorder atau FDR di kedalaman 32 meter. Black box FDR ditemukan setelah dua kapal pencari mendeteksi sinyal ping dari alat berwarna oranye tersebut.