TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan posisi Indonesia pada laporan Ease of Doing Business 2019 atau Laporan Kemudahan Berusaha menurun satu peringkat dari 72 menjadi 73. Namun, secara skor masih tetap meningkat.
Baca: Kemudahan Berusaha, Darmin Penasaran dengan Vietnam
"Kenapa turun? Karena ada negara yang lebih cepat reformasinya atau progres perubahan negara lain lebih cepat dan signifikan," kata Darmin saat mengelar konferensi pers di kantornya, Kamis, 1 November 2018.
Laporan Ease of Doing Business merupakan publikasi tahunan Grup Bank Dunia yang menyajikan data hasil survei di 190 negara. Laporan ini digunakan untuk mengukur kondisi kemudahan berusaha untuk satu tahun ke depan atau 2019.
Dalam menilai kemudahan berbisnis ini ada 10 indikator skor yang dinilai. Kesepuluhnya adalah, starting a business, dealing with constructin permits, registering property, getting electricity dan paying taxes. Kemudian ada getting credit, protecting minority investors, trading across boarder, enforcing contract dan resolving insolvency.
Dari total 10 indikator itu, ada sebanyak 6 indikator yang tercatat membaik tapi sebanyak 4 indikator cenderung stagnan. Sedangkan ada tiga jenis reformasi yang dicatat dan diakui (recognized) dalam aporan itu Indikator Memulai Usaha (Starting a Business), Memperoleh Pinjaman (Getting Credit) dan Pendaftaran Properti (Registering Property).
Pada 2015, Indonesia berada pada peringkat 114, naik menjadi peringkat 109 di tahun 2016. Lalu menjadi peringkat 91 pada tahun 2017 dan pada tahun 2018 berhasil berada di peringkat 72.
Secara lebih rinci perubahan proses yang cepat dari masing-masing indikator yang disurvei tersebut tercatat di 35 negara lain yang disurvei. Misalnya, Cina, India dan Kenya, Vietnam, Kamboja dan Brunei Darussalam tercatat menyelenggarakan reformasi yang lebih signifikan.
Darmin mengatakan khusus untuk Indonesia survei untuk kemudahan berbisnis tersebut dilakukan di Jakarta dan Surabaya. Adapun yang disurvei adalah pemerintah sebagai pengambil kebijakan, notaris, pengusaha dan juga asosiasi.
Darmin menjelaskan meski turun satu tingkat, secara skor keseluruhan justru meningkat. Tercatat skor atau Distance to Frontier (DTF) naik sebesar 1,42 menjadi 67.96 dari 66.54 pada 2018. Angka tersebut merupakan kenaikan yang melebihi rata-rata global sebesar 63,88.
Karena itu, kata Darmin, ke depan metode reformasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha tersebut tidak hanya lagi sebatas mengutak atik prosedur atau undang-undang. Sebab, ternyata negara lain telah melakukan perubahan atau reformasi pada masing-masing indikator secara lebih mendasar dan radikal.
"Jadi itu (mengutak-atik prosedur) enggak bisa jalan lagi, harus radikal. Harus merombak fondasi, atau bisnis proses secara mendasar, baru dituangkan ke peraturan," kata Darmin Nasution.