TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau AirNav Indonesia, Novi Riyanto, mengatakan sebelum hilang kontak, pilot Lion Air meminta izin untuk menaikkan ketinggian dari 1.700 kaki ke 5.000 kaki. Permintaan tersebut diizinkan oleh perugas menara Air Taffic Control (ATC).
Baca: Penjelasan Airnav Soal Hilangnya Pesawat Lion Air
Hingga kini alasan pilot ingin menaikkan ketinggian masih misteri. Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono mengatakan belum mengetahui alasan pilot ingin menaikkan ketinggian. Dia meminta untuk bersabar, alasannya hal tersebut dapat terungkap ketika black box ditemukan.
Hingga saat ini KNKT masih melakukan pencarian terhadap black box, yang ikut tenggelam bersama pesawat. "Kami harap tidak jauh dari main wrecked," tutur Soerjanto.
Adapun Novi menuturkan investigasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 dilakukan berdasarkan rekaman percakapan antara petugas menara dan pilot. "Investigasi berdasarkan recording, image radar, dan black box," kata dia di Bandara Soekarno-Hatta, Senin, 29 Oktober 2018.
Berdasarkan data Flightware.com, sebelum hilang kontak, Lion Air JT 610 ketinggiannya terpantau turun drastis. Ketinggian pesawat dari semula 5.400 feet (1.800 meter) turun drastis ke 2.800 feet (933 meter).
Pesawat type B737-8 Max dengan Nomor Penerbangan JT 610 milik operator Lion Air yang terbang dari Bandar Udara Soekarno Hatta Banten menuju Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang dilaporkan telah hilang kontak pada 29 Oktober 2018 pada sekitar pukul 06.33 WIB.
KNKT mengungkapkan pesawat masuk ke Lion Air pada Agustus 2018 dan memiliki 800 flight hour, sehingga masih relatif baru. Adapun Capt. Bhavye Suneja yang menjadi pilot pesawat itu mempunyai pengalaman lebih dari 6.000 jam terbang, sedangkan copilot Harvino memiliki lebih dari 5.000 jam terbang.