TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan kinerja industri manufaktur atau pengolahan di Indonesia terus membaik. Kondisi ini ditunjukkan dengan angka Prompt Manufacturing Index (PMI), indeks yang menunjukkan kondisi riil dari industri, yang berada di level 52,02 persen pada kuartal III 2018.
Simak: Tak Banyak Berubah,Kontribusi Industri Manufaktur Capai 20 Persen
"Artinya industri kita memasuki fase ekspansi," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Kantor BI, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Oktober 2018. Pada PMI, industri baru disebut melakukan ekspansi jika angkanya melebihi 50.
Angka PMI 52,02 persen, kata Perry, didorong oleh kenaikan volume produksi sebesar 55,18 persen. Ini merupakan buah dari permintaan domestik yang juga ikut naik. Sejalan dengan itu, persediaan barang jadi dan volume persediaan juga memasuki fase ekspansi, masing-masing 54,1 persen dan 53,37 persen.
Dua kategori terakhir, kata Perry, menunjukkan bahwa industri tidak hanya memproduksi barang untuk memenuhi pesanan hari ini. Tapi, industri optimistis untuk terus memproduksi demi memenuhi potensi permintaan di masa mendatang.
Capaian pada kuartal III 2018 ini sebenarnya lebih rendah dibanding kuartal II 2018 yaitu 52,40 persen. Namun sepanjang tahun ini, industri pengolahan bisa terus menunjukkan angka ekspansi karena angka PMI di kuartal I 2018 masih di atas batas, yaitu 50,14. "Ekspansi di kuartal empat diperkirakan berlanjut dengan adanya natal dan liburan akhir tahun."
Kuartal ini sebenarnya ini juga lebih baik ketimbang periode yang sama pada tahun lalu. Pada kuartal III 2017, angka PMI hanya mencapai 50,51 persen. Tidak seperti 2018, capaian di tahun lalu juga tidak terlalu baik karena pada kuartal I dan kuartal II 2017, angka PMI berada di bawah 50 persen.
Meski angka PMI ini meningkat, kontribusi industri pengolahan pada perekonomian nasional sebenarnya tak banyak berubah. Pada 23 Oktober 2018, Menteri Perindustrian Airlanggar Hartato menyebut kontribusinya industri manufaktur ini mencapai 20,04 persen. Angka ini sebenarnya turun dari tahun 2017 yang mencapai 20,16 persen.
Sementara ekonom Institure for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira sepanjang paruh pertama 2018 memang cukup baik. Tapi di sisi lain, nilai impor bahan baku dan barang modal dari Januari hingga Mei 2018 naik hampir US$ 3,19 miliar atau setara Rp 48,4 triliun. "Selain meningkatkan kinerja industri, penyediaan bahan baku substitusi juga masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah," kata dia, 1 Juli 2018.
FAJAR PEBRIANTO | BISNIS