TEMPO.CO, Jakarta - Perseteruan antara Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan calon wakil presiden Sandiaga Uno belum sepenuhnya berakhir. Kemarin, Sandiaga kembali mengkritik pemerintah setelah menerima keluhan dari nelayan soal lamanya proses perizinan penangkapan ikan di laut.
Baca: Geram dengan Sandiaga, Susi Pudjiastuti: Jangan Asal Omong
"Saya tidak berani memberikan janji, karena akan ditagih di dunia dan di akhirat. Tapi jika terpilih percayalah, kebijakan di bidang perikanan akan kami permudah, bukan sebaliknya jangan malah mempersulit hidup para nelayan," kata Sandiaga kepada para nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tegalsari, Tegal, Jawa Tengah, Kamis, 25 Oktober 2018.
Padahal, sebelum pernyataan itu, Susi sudah mengungkapkan kemarahannya pada Sandi. "Saya marah, dan ini sudah diingatkan. Jangan bawa ekonomi perikanan ke politik," kata Susi di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, pada 17 Oktober 2018.
Lalu sebenarnya bagaimana perizinan kapal tangkap ikan selama ini di Indonesia ?
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Zulficar Mochtar mengatakan mayoritas nelayan di Indonesia hanya menggunakan kapal berukuran di bawah 10 Gross Ton dengan jumlah 90 persen. Sisanya barulah pengusaha perikanan dengan kapal berukuran 10 GT sampai 30 GT, dan di atas 30 GT.
Khusus untuk 10 GT ke bawah, saat ini sudah tidak ada lagi perizinan apapun, baik itu Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Sementara itu, izin untuk kapal berukuran 10 sampai 30 GT merupakan kewenangan pemerintah provinsi. Selanjutnya, kapal berukuran 30 GT ke atas, barulah izin ada di tangan kementerian.
Sebelum berkunjung ke Tegal, Sandi sebenarnya lebih dulu mengunjungi TPI Karangsong, di Indramayu, Jawa Barat pada 10 Oktober 2018. Di sana, ia mendapat keluhan dari nelayan soal proses perizinan yang lama. Sandi pun berjanji akan mempermudah proses perizinan jika terpilih jadi wakil presiden nantinya.
Namun pada 18 Oktober 2018, Sandi justru berterima kasih pada Susi. Sebab, kata Sandiaga, pada 12 Oktober 2018, KKP langsung menerbitkan surat yang isinya memberikan respons mempermudah mendapatkan SIPI melalui e-service. "Jadi sekarang mau dapat SIPI itu melalui e-service bisa dipermudah. Tanggal 15 ada surat dari anggota DPR RI untuk meminta sosialisasi, jadi gerak cepat," katanya.
Akan tetapi, Zulficar mengklarifikasi bahwa KKP sebenarnya telah bertahun-tahun menerapkan proses perizinan penangkapan ikan secara online atau e-services ini. Meski begitu, ia menyadari belum seluruh daerah bisa menikmati layanan yang dapat diakses di laman perizinan.kkp.go.id ini. "Mengingat banyak daerah yang mengaku sulit akses internet. Sebagian dokumen masih dikirimkan atau diantar langsung," kata Zulficar saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2018.
Zulficar mengatakan bahwa surat itu sebenarnya tidaklah berisi peluncuran aplikasi online perizinan. Surat tertanggal 12 Oktober itu, kata dia, ditujukan KKP untuk pelabuhan dan pelaku usaha. "Untuk memprioritaskan dan mendorong penyampaian dokumen secara elektronik," ujarnya.
Surat itu terbit tak lepas dari hasil kajian perizinan yang dilakukan oleh Ditjen Perikanan Tangkap. Zulficar dan tim menemukan maraknya pengusaha perikanan yang menggunakan jasa calon dalam mengurus perizinan. Akibatnya, banyak data-data yang diajukan ternyata tidak benar dan tidak akurat.
Baca: Ini Ucapan Sandiaga ke Nelayan yang Membuat Susi Geram
Itulah sebabnya, Ditjen Perikanan Tangkap melalui surat itu, meminta pengusaha perikanan dapat mengirimkan langsung dokumen dan informasi yang dibutuhkan langsung melalui layanan e-services tersebut. "Tidak perlu memakai calo, juga tidak perlu banyak antre," ujar Zulficar.
Simak berita lainnya terkait Sandiaga hanya di Tempo.co.