TEMPO.CO, Jakarta - Calon Presiden Prabowo Subianto tak henti-hentinya menghujani pemerintah dengan kritik kemiskinan. Dalam sejumlah kesempatan, Prabowo meluncurkan kritiknya dengan mengutip berbagai data.
Simak: Tanggapi Prabowo Soal Kemiskinan, Moeldoko: Pernah ke Kampung?
Tempo mencatat setidaknya ada lima kritik yang dilontarkan Prabowo soal kemiskinan di masyarakat dalam beberapa waktu terakhir.
1. Ketimpangan hidup masyarakat
Prabowo berujar tingkat kemiskinan dan ketimpangan hidup masyarakat Indonesia semakin tinggi. Argumen itu terlihat dari gini ratio indonesia sekarang berada di angka 45,4. Artinya, kata Prabowo, 1 persen rakyat Indonesia menguasai 45 persen kekayaan nasional.
Ketimpangan juga terjadi soal penguasaan tanah di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pertanahan Indonesia (BPN), kata dia, 80 persen tanah di Indonesia dikuasai oleh satu persen bangsa Indonesia.
Pernyataan itu dibantah kubu Jokowi. Kubu inkumben ini mengatakan, selama pemerintahan Jokowi, pertama dalam sejarah angka kemiskinan menembus di bawah satu digit, 9,8 persen. Data gini rasio alias ketimpangan ekonomi juga bernada positif. Selama periode September 2017 hingga Maret 2018, BPS mencatat gini rasio di Indonesia sebesar 0,389 persen.
2. Kemiskinan naik 50 persen dalam lima tahun terakhir
Prabowo sempat mengklaim tingkat kemiskinan di Indonesia naik 50 persen dalam lima tahun terakhir. Ia menyebut Indonesia menjadi tambah miskin dalam lima tahun ini. Hal itu juga ditambah dengan mata uang rupiah yang terus melemah.
Pernyataan Prabowo didukung rekan koalisinya, yakni Soesilo Bambang Yudhoyono melalui akun Twitter @SBYudhoyono, beberapa waktu lalu. Ia menyebutkan kemiskinan di Indonesia cukup tinggi jika menggunakan standar dari Bank Dunia.
Lembaga internasional tersebut memiliki kategori bahwa mereka yang memiliki penghasilan di bawah US$ 2 per hari atau sekitar Rp 864 ribu per bulan adalah kelompok masyarakat miskin.Dengan demikian, kata SBY, lebih dari 40 persen atau sekitar 100 juta masyarakat Indonesia berada di kelompok ini.
Polemik muncul karena Badan Pusat Statistik merilis bahwa tingkat kemiskinan Indonesia 9,8 persen atau terendah dalam sejarah. Belakangan Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa data BPS valid adanya.