TEMPO.CO, Samarinda - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan berencana menggencarkan penagihan tunggakan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan kepada non-penerima bantuan iuran (PBI) dan non-aparat pemerintah dan hukum. Hal itu dilakukan sebagai opsi menekan defisit keuangan BPJS Kesehatan.
BACA: Jokowi: Fokus Ekonomi Bukan di Jawa Lagi
"Yang masih tekor itu yang non-PBI, PNS, TNI Polri tadi. Penagihan ini harusnya digencarkan, di sini ada tagihan-tagihan yang belum tertagih. Ini harusnya digencarkan yang iuran ini," kata Jokowi di Samarinda Convention Hall, Kalimantan Timur, Kamis, 25 Oktober 2018.
Jokowi mengatakan, dana yang berasal dari iuran PBI justru masih tersisa sekitar Rp 3-4 triliun. Sedangkan, dana dari iuran PNS, TNI, dan Polri tersisa Rp 1 triliun. Selain menggencarkan penagihan, Jokowi juga meminta BPJS Kesehatan melakukan efisiensi. Namun, ia tak menjelaskan efisiensi seperti apa yang dimaksud.
Saat ini, kata Jokowi, pemerintah sudah menyuntikkan dana talangan sebesar Rp 4,9 triliun di semester pertama tahun ini. Namun, ia tak memungkiri bahwa belanja BPJS Kesehatan juga cukup besar, terutama pembiayaan penyakit katastropik yang meningkat. Misalnya, total klaim untuk penyakit jantung mencapai Rp 9,25 triliun, kanker lebih dari Rp 3 triliun, gagal ginjal Rp 2,22 triliun.
"Ini juga besar sekali. Untuk penanganan stroke, Rp 2,21 triliun. Betapa angka-angka ini harus kita cermati betul bagaimana menyelesaikan dan mengatasi yg nonkatastropik. Operasi katarak Rp 2,65 triliun. Rehabilitasi medik, fisioterapi hampir Rp 1 triliun," katanya.
Kendati begitu, dengan keadaan keuangan BPJS Kesehatan saat ini, Jokowi meminta pelayanan terhadap masyarakat tidak mengalami penurunan.