TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia atau KAI Agus Komaruddin mengatakan perseroan selalu mengikuti ketentuan pemerintah daerah setempat terkait dengan pemasangan iklan rokok di stasiun.
Baca: Alasan KAI Yakin Reaktivasi Kereta Jawa Barat Bakal Menguntungkan
"Untuk di Yogyakarta khususnya sudah kami menginstruksikan untuk diturunkan karena tidak ada lampiran izin dari pemerintah daerah," ujar Agus kepada Tempo, Rabu, 24 Oktober 2018. Sementara, untuk Stasiun Solo Balapan, menurut dia, telah mengantongi izin dari Pemda Solo. Adapun di Stasiun Lempuyangan hingga kini tidak terpasang iklan rokok.
Pernyataan Agus itu menanggapi desakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia kepada perseroan untuk mencopot iklan rokok yang terpasang di sejumlah stasiun, antara lain antara lain Stasiun Tugu, Stasiun Lempuyangan, dan Stasiun Solo Balapan. Ketua Pengurus harian YLKI Tulus Abadi mengatakan lembaganya kerap mendapat pengaduan dari konsumen KAI terkait maraknya iklan rokok di kawasan tersebut.
Agus membenarkan adanya kontrak terkait iklan antara PT KAI dengan perusahaan rokok. Di dalam kontrak itu, ujar dia, terdapat klausul yakni perusahaan rokok boleh beriklan asalkan mengantongi izin adanya iklan rokok dari pemerintah daerah. Apabila tidak ada izin, maka iklan tersebut tak boleh dipasang. "Perizinan diurus oleh mitra perusahaan rokok," kata Agus.
Sebelumnya YLKI mengatakan iklan rokok di area stasiun adalah suatu kemunduran serius bagi perseroan. "Di era Pak Jonan (Ignasius Jonan) sebagai Dirut KAI, hal ini sudah dihapuskan," kata Tulus.
Menurut Tulus, pengaduan soal iklan rokok yang masuk kebanyakan dari konsumen KAI daerah operasi Yogyakarta. "Katanya itu adalah kebijakan pusat, karena ada nota kesepahaman antara PT KAI dengan salah satu industri rokok," kata Tulus. Ia menilai tindakan PT KAI yang bekerjasama dengan industri rokok adalah melanggar hukum.
Alasan Tulus, stasiun adalah area kawasan tanpa rokok. Adapun iklan rokok dan promosi rokok dilarang dipasang di kawasan tanpa rokok. "Hal ini diatur dalam Pasal 115 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan PP No. 109/tahun 2012 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, dan juga berbagai Perda tentang KTR di Indonesia."
Karena itu, kata Tulus, apabila PT KAI pro kepada kepentingan konsumen, semestinya perseroan mendengarkan aspirasi konsumen. Ia mendorong perseroan lebih kreatif dalam mencari sumber pendapatan yang legal dan tidak melanggar hak-hak konsumen.