TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, sepanjang empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau 4 tahun Jokowi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mengalami tekanan paling berat pada tahun 2015. Kala itu, kata dia, defisit APBN mencapai 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto.
BACA: 4 Tahun Jokowi, Moeldoko Jelaskan Alasan Pemerintah Fokus Bangun Infrastruktur
"Karena defisitnya dalam untuk menolong ekonomi tetap meningkat, karena banyak program-program pembangunan yang urgent dan ekonominya mendapatkan tekanan," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa, 23 Oktober 2018.
Kondisi perekonomian, kata Sri Mulyani, mengalami tekanan sejak 2014 lalu. Penyebab tekanan itu adalah harga komoditas yang terjun bebas di pasaran. Ia menyebut penurunan harga komoditas itu tidak hanya dialami minyak, namun juga komoditas non-minyak. "Semua mengalami penurunan," ujar dia. Kondisi itu lantas berlanjut hingga 2015.
BACA: 4 Tahun Jokowi, Pengelolaan Utang Diklaim Lebih Sehat
Mengalami defisit sedalam itu, Sri Mulyani mengatakan pemerintah mengambil posisi untuk konsolidasi APBN. Pemerintah juga terus mendorong keseimbangan primer untuk mendekati titik nol alias mendekati keseimbangan.
Sri Mulyani percaya apabila dari sisi belanja bagus, maka semua pengeluaran dalam bentuk investasi nantinya defisit itu bakal terbayar kembali. "Kalau sisi belanjanya bagus, Pak Basuki deliver, Menteri Perhubungan Deliver, Menteri ESDM deliver," ujar mantan Direktur Bank Dunia itu.
Pada tahun ini, Sri Mulyani berujar pemerintah berupaya menjaga defisit tersebut menuju 2,1 persen. "Outlook kami tahun ini mendekati 2 persen," kata dia. Sementara untuk 2019, APBN didesain di bawah 2 persen, yaitu di kisaran 1,8 persen.
Secara umum, Sri Mulyani mengatakan neraca APBN Indonesia dalam kondisi kredibel, aman, dan sehat.
Baca berita tentang 4 Tahun Jokowi lainnya di Tempo.co.