TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengelar rapat mengenai progres penyempurnaan metode perhitungan produksi beras. Rapat yang dipimpin Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla dan melibatkan berbagai atau lintas kementerian/lembaga itu digelar pada Senin, 22 Oktober 2018 di kantor Wakil Presiden.
Baca: Ancam Spekulan Beras, Budi Waseso: Saya Ini Mantan Kabareskrim
"Berdasarkan perhitungan potensi produksi sampai Desember 2018, maka diperkirakan total produksi GKG (gabah kering giling) tahun 2018 sebesar 56,54 juta ton atau setara dengan 32,42 juta ton beras," seperti dikutip dalam keterangan tertulis Sekretariat Wakil Presiden yang diperoleh Tempo, Jakarta, Senin, 22 Oktober 2018.
Dalam keterangan resminya, pemerintah menyatakan bahwa penyempurnaan metode perhitungan produksi beras ini dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai instansi pemerintah.
"Penyempurnaan metode perhitungan produksi beras ini dilakukan secara komprehensif yang meliputi berbagai tahapan yang dimulai perhitungan luas baku sawah hingga perbaikan perhitungan konversi gabah kering menjadi beras," demikian keterangan tersebut.
Dalam rapat itu, BPS menyampaikan bahwa melalui metode baru tersebut, ditemukan bahwa sampai dengan September 2018, data luas panen adalah sebesar 9,5 juta hektare. Sedangkan dengan memperhitungkan potensi sampai Desember 2018, maka luas panen tahun 2018 diperkirakan mencapai 10,9 juta hektare.
Berdasarkan perhitungan luas panen tersebut diperkirakan produksi Gabah Kering Giling (GKG) akan mencapai 49,65 juta ton sampai bulan September 2018.
Sementara itu, pada rapat tersebut juga terungkap bahwa konsumsi beras baik secara langsung di tingkat rumah tangga maupun konsumsi tidak langsung yang telah dimutakhirkan menurut BPS untuk tahun 2017 adalah 111,58 kilogram/kapita/tahun atau 29,57 juta ton per tahun. Dengan demikian, bila diasumsikan konsumsi beras yang telah disesuaikan untuk tahun 2018 sama dengan tahun 2017, maka selama tahun 2018 terjadi surplus beras sebesar 2,85 tuta ton.
Adapun Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemutakhiran metode ini sudah dikerjakan sejak tiga tahun lalu untuk memperbaiki data produksi beras yang tidak akurat selama 20 tahun terakhir ini. "Jadi sekarang secara ilmiah kami ingin memperbaiki itu," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin, 22 Oktober 2018.
JK mengatakan akurasi statistik beras sangat penting dalam pengambilan kebijakan pangan. "Karena jumlah produksi beras sangat terkait dengan harga beras di masyarakat," katanya.
Statistik beras yang akurat dapat mengetahui kondisi surplus atau defisit produksi beras. Pemerintah dapat segera melakukan tindakan yang diperlukan untuk stabilisasi harga beras seperti melakukan operasi pasar atau upaya-upaya lain seperti impor beras.
VINDY FLORENTIN