TEMPO.CO, Solo - Badan Pengawas Hilir atau BPH Migas menggandeng Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengkaji biaya capital expenditure (capex) atau nilai basis aset secara umum untuk memberikan keringanan harga kepada konsumen gas bumi.
BACA: BPH Migas Temukan Penyimpangan BBM Satu Harga di Sumenep
"Pada dasarnya kami akan melakukan evaluasi untuk penetapan tarif tol agar harga gas dapat terjangkau bagi industri," kata Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa di Hotel Swiss Bellin Saripetojo Solo, Jumat 19 Oktober 2018.
Meski berharap bisa menekan tarif "toll fee", Asa enggan memprediksi besaran efisiensi yang dapat diberikan.
"Kami belum bisa memastikan itu, karena kalau tarifnya beda-beda, tergantung dari ukuran, di antaranya diameter pipa dan panjangnya," katanya.
Berdasarkan aturan yang ada, BPH Migas berwenang menetapkan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa pada badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi dan yang telah memiliki hak khusus.
BPH Migas telah mengeluarkan Peraturan BPH Migas Nomor 8 Tahun 2013 tentang Peraturan Penetapan Tarif Angkutan Gas Bumi Melalui Pipa.
"Tujuannya agar penetapan tarif dapat dilaksanakan secara akuntabel, adil, transparan, dan wajar dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan antara pemerintah, badan usaha yaitu 'transporter' dan 'shipper' serta masyarakat," katanya.
Untuk penetapan tarif tersebut, pihaknya menggunakan metode penghitungan tarif "cost of service" dibagi volume gas bumi yang dialirkan. Menurut dia, "cost of service" terdiri dari semua biaya yang dikeluarkan oleh transporter dalam menjalankan kegiatan pengangkutan gas bumi melalui pipa serta keuntungan yang wajar dari investasi fasilitas yang telah dikeluarkan.
"Upaya ini kami lakukan agar investasi dalam pembangunan pipa dapat dimonitor, dikendalikan, dan diketahui nilai kewajarannya. Penyusunan ini adalah agar bagaimana BPH Migas bisa ikut terlibat sejak awal," tutur dia.