Jakarta - Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menilai pose satu jari yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Pertemuan Tahunan IMF - Bank Dunia bukanlah kampanye.
Baca juga: Diadukan ke Bawaslu, Luhut-Sri Mulyani Diduga Tabrak Aturan Ini
"Kami rasa tindakan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan tidak memenuhi kriteria atau definisi dari kampanye pemilu menurut UU Pemilu," ujar Nufransa kepada Tempo, Kamis, 18 Oktober 2018.
Adapun Sri Mulyani enggan berkomentar soal pose yang kini menjadi polemik tersebut. Pose itu membuatnya dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu karena diduga berkampanye.
Saat ditanyai awak media selepas acara di kantor Kementerian Keuangan, ia memilih diam, balik badan, dan berjalan ke luar ruangan. Dalam percobaan kedua, awak media mencoba menanyai Sri Mulyani di lift kantor Kementerian Keuangan. Lagi-lagi ia tidak menanggapi dan memilih berbincang dengan koleganya.
Siang ini, Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan resmi dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu oleh warga bernama Dahlan Pido. Dalam laporan itu, Sri Mulyani dan Luhut dinilai melanggar aturan dengan dugaan kampanye dalam penutupan forum Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), pekan lalu.
"Kami melaporkan ada dugaan pelanggaran oleh pejabat negara itu," ujar Dahlan di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2018.
Luhut dan Sri Mulyani diduga melakukan kampanye dalam forum internasional. Pada Minggu malam lalu, di Bali, Luhut mengacungkan salam satu jari di depan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dan Direktur IMF Christine Lagarde.
Adapun Sri Mulyani mengatakan satu jari itu untuk Joko Widodo dan dua jari untuk Prabowo Subianto. Kedua tamu internasional itu kemudian mengacungkan salam satu jari.
Menurut Dahlan, Luhut dan Sri Mulyani diduga melanggar Pasal 282 dan 283 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dia mengatakan ada dugaan Luhut dan Sri Mulyani menguntungkan salah satu pasangan calon. "Pengertian dalam bahasa pemilu itu ada pelanggaran. Pejabat negara dalam melakukan kegiatan mengarah pada keberpihakan ke peserta pemilu dalam masa kampanye," katanya.
SYAFIUL HADI