TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan persoalan defisit yang dialami lembaganya, misalkan defisit keuangan, tidak bisa diselesaikan hanya di tingkat direksi saja. Musababnya, perkara-perkara itu berkaitan dengan kementerian dan lembaga lain.
Baca juga: Dana Talangan BPJS Kesehatan Rp 4,9 Triliun Telah Cair
"Misalnya, iuran kan ditetapkan oleh pemerintah, tarif benefit pembiayaan juga," ujar Iqbal kepada Tempo, Rabu, 17 Oktober 2018. Ia menyebut BPJS Kesehatan hanya penyelenggara jaminan sosial dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan. Sehingga, kebijakan lembaga penyelenggara jaminan itu pun kerap disusun bersama kementerian dan lembaga terkait.
"Contohnya, saat kita coba atur dengan mengeluarkan Perdirjampelkes (Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan) 2,3,5 itu diambil menindaklanjuti hasil rapat tingkat menteri, yang meminta BPJS Kesehatan mengendalikan pembiayaan kesehatan," kata Iqbal.
Namun, ihwal teguran Presiden Joko Widodo kepada direksinya, menurut Iqbal, adalah bentuk perhatian seorang atasan. "Presiden menggaris bawahi agar kerjasama lintas sektoral ditingkatkan sehingga tidak perlu dieskalasi ke beliau," ujar dia.
Iqbal mengatakan teguran Jokowi itu adalah sesuatu yang positif untuk peningkatan kinerja BPJS Kesehatan, khususnya agar bisa meningkatkan kerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya. "Kalau diingetin, itu tanda beliau peduli kepada kita. Kita selalu positif thinking."
Terkait mengapa BPJS Kesehatan melaporkan permasalahannya kepada presiden, ujar Iqbal, karena memang hirarkinya seperti itu. " Namanya BPJS Kesehatan melapornya ke presiden," ujar Iqbal. Sehingga, ia berujar lembaganya selalu menyampaikan fakta dan data yang ada kepada presiden.
"Kami memandang positif presiden memberikan perhatian dengan cara yang berbeda, sehingga insyaaAllah program ini bisa lebih sustain," kata Iqbal lagi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan seharusnya persoalan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan bisa diselesaikan di tingkat kementerian. "Ini urusan Direktur Utama (Dirut) BPJS [Kesehatan], enggak sampai ke Presiden," katanya dalam Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi).
Baca juga: Jokowi: Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan Masih Dihitung
Jokowi mengaku tahu bahwa masalah defisit yang dialami BPJS Kesehatan berawal dari urusan pembayaran rumah sakit. "Saya ngerti. Sampai di meja saya sebulan atau lima pekan lalu," katanya. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 10,98 triliun.
Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah sudah melakukan penyuntikan dana hingga Rp 4,9 triliun pada tahap pertama. Selanjutnya, suntikan dana akan didapat dari cukai rokok yang aturannya--berupa Peraturan Presiden (Perpres)--sudah diteken Jokowi pada pertengahan September 2018 lalu.
Menurut Jokowi, untuk mencegah persoalan tersebut terulang kembali, harus ada manajemen sistem yang baik dan memberikan kepastian bagi rumah sakit. Ia juga menyayangkan Menteri Kesehatan dan Dirut BPJS Kesehatan tak bisa menyelesaikannya.
"Ini adalah problem tiga tahun yang lalu. Kalau bangun sistemnya benar, gampang. Mestinya harus rampung di Menteri Kesehatan dan Dirut BPJS (Kesehatan). Urusan ini kok sampai Pesiden, kebangetan," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Persi Kuntjoro Adi Purjanto mengemukakan industri rumah sakit memiliki persoalan besar yang harus segera diselesaikan yakni piutang kepada BPJS Kesehatan.
"Rumah sakit tidak boleh sakit seperti industri penerbangan. Di samping pilotnya harus kompeten dan profesional, avturnya tidak boleh macet. Masalah JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), mohon Bapak Presiden ini ada potensi piutang sampai akhir nanti," ucapnya.