TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) akan menerbitkan surat utang atau obligasi global (global bond) berdenominasi dollar Amerika Serikat tetap berlanjut. Direktur Keuangan Pertamina Pahala N. Mansyuri mengatakan penerbitan obligasi global ini adalah salah satu cara Pertamina untuk mencari sumber-sumber pendanaan lainnya dalam membiayai sejumlah proyek strategis.
BACA: Dirut Pertamina Absen, DPR Tunda Rapat Soal Harga BBM
"Kami akan umumkan segera," kata Pahala saat ditemui selepas menghadiri acara Rapat Dengan Pendapat dengan Komisi 7 Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan, Jakarta, Rabu 17 Oktober 2018.
Saat ini, Pertamina masih melakukan persiapan menjelang penerbitan obligasi global ini. Targetnya, obligasi bisa diterbitkan sebelum akhir tahun ini seiring dengan meningkatkan kebutuhan perusahaan akan belanja modal atau capital expenditure). "Kami akan umumkan begitu rencana tersebut rampung, tapi kami belum bisa sampaikan jumlahnya," kata bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tersebut.
Kabar soal penerbitan obligasi global Pertamina ini sudah tersiar sejak awal Oktober 2018. Pahala mengatakan request for proposal (RFP) atau dokumen untuk pendanaan proyek kepada sejumlah perbankan. "RFP udah. Kami juga sudah melakukan audit. Bank-nya ada lima," ujar Pahala di Jakarta, Rabu, 3 Oktober 2018.
Pahala menyebut dana yang dihimpun akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan investasi jangka panjang perseroan di sektor hulu. Salah satunya yaitu alih kelola Blok Rokan, di mana Pertamina harus segera melunasi pembayaran bonus tanda tangan (signature bonus) Blok Rokan kepada pemerintah senilai US$784 juta pada tahun ini.
Kendari demikian, Pahala menambahkan, pendanaan lewat obligasi global ini tidak hanya digunakan tahun ini, tapi untuk 10 tahun ke depan. Pahala enggan merinci lebih jauh proyek lain apa lagi yang akan dibiayai lewat dana obligasi ini. "Saya tidak bisa sebutkan satu persatu, tapi ada Refinery Development Master Plan (RDMP), ada rencana ekspansi pembelian lahan," ujarnya.
Direktur Eksekutif RefoMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan langkah Pertamina ini sudah termasuk tepat. Apalagi dalam beberapa tahun ke depan, Pertamina akan membutuhkan dana segar bagi berbagai mega proyek mereka.
"Mereka sudah ada mega projek yang kebutuhannya Rp 700 hingga 800 triliun. Untuk bangun kilang, bangun jaringan gas rumah tangga, bangun penghubung pipanisasi antara wilayah, baik itu transmisi ataupun distribusi untuk gas," kata Komaidi.
Ia mengatakan global bond adalah langkah paling logis jika melihat situasi investasi di dalam negeri saat ini. Meski begitu, Komaidi sedikit menyanyangkan pemilihan waktu yang ia nilai tak terlalu mendukung langkah Pertamina. "Soalnya dari kondisi makro ekonomi dan indikator nilai tukar rupiahnya krang baik. Nanti bisa jadi bunganya tinggi," kata dia.
Penerbitan obligasi global ini sebenarnya bukan hal baru bagi Pertamina untuk menambah pundi-pundi pembiayaan. Di era Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Pertamina juga menerbitkan obligasi global senilai US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 22,5 triliun. Obligasi ini pun diminati oleh sejumlah investor dari Eropa maupun Amerika Serikat.
Analis Pasar Modal Reza Priyambada mengatakan investor akan menilai berapa besar tingkat pengembalian dan keberlangsungan atas proyek-proyek tersebut. Termasuk juga risiko yang ada di proyek tersebut.
"Prospek atau enggaknya akan balik lagi ke proyeksi yang mereka buat terkait dengan pendanaan investasi di proyek-proyek mereka," kata Reza.
Ia pun sentimen global dah jelas akan berpengaruh. Investasi akan terpengaruh dari kondisi global yang juga mempengaruhi minat investor untuk mengambil obligasi tersebut.
Investor juga akan mempertimbangkan nilai imbal hasil obligasi itu dengan suku bunga acuan. "Selebihnya tergantung dari kondisi kinerja si Pertamina," kata dia.
EGI ADYATAMA | FAJAR PEBRIANTO